Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 22 Oktober 2016

TAJUK RENCANA: Perang Besar Melawan Pungli (Kompas)

Sebagai bagian dari upaya reformasi hukum secara lebih menyeluruh, Presiden Joko Widodo mengibarkan perang terhadap praktik pungutan liar.

Dipicu peristiwa operasi tangkap tangan pegawai Kementerian Perhubungan, Presiden Jokowi memutuskan turun tangan dan mengawasi sendiri pelaksanaan di lapangan. Dalam rapat terbatas pekan ini, Presiden memutuskan Operasi Pemberantasan Pungli dan Penyelundupan (OPP) dilancarkan di bawah koordinasi Menko Polhukam Wiranto. Sebuah satuan tugas khusus juga dibentuk untuk memimpin perang melawan praktik pungli ini.

Langkah Presiden juga diresonansi jajarannya. Ancaman memecat, menjatuhkan sanksi administrasi, tak membayar gaji, bahkan memenjarakan pejabat yang terlibat diungkapkan sejumlah menteri. Gebrakan Presiden diapresiasi berbagai pihak kendati sebagian kalangan merasa skeptis.

Kita berharap perang terhadap pungli kali ini bukan hanya "hangat-hangat tahi ayam". Bukan rahasia lagi, pungli telah mendarah daging dalam birokrasi dan masyarakat, dianggap sebagai praktik lumrah. Dalam Indeks Daya Saing yang dibuat Forum Ekonomi Dunia sejak 2004 dan Indeks Kemudahan Berusaha yang disusun Bank Dunia sejak 2001, pungli,red tape, dan semacamnya terus bercokol sebagai salah satu momok dunia usaha dalam berbisnis dan berinvestasi di Indonesia, dan tak berubah hingga kini.

Pelayanan publik oleh birokrasi identik dengan pungli. Mereka baru bergerak jika ada uang pelicin. Besarnya pungli dalam perizinan usaha dan jalur logistik juga menciptakan ekonomi biaya tinggi, menaikkan harga barang, dan pada akhirnya harus dipikul oleh masyarakat.

Pungli juga terjadi dalam perekrutan pegawai di semua instansi, serta dalam penanganan kasus dan perkara di lembaga peradilan. Semua ini menjadikan perang melawan pungli merupakan perang besar yang hanya bisa dimenangi jika semua pihak terlibat dalam aksi konkret. Fokus perlu diberikan pada titik-titik rawan, khususnya sentra pelayanan publik. Upaya penertiban juga harus berjalan beriringan dengan upaya memperkuat pengawasan dan penegakan hukum bagi pelaku, serta membangun budaya bersih.

Selama ini praktik pungli sulit diberantas karena tak jarang melibatkan aparat dan dilembagakan sebagai pungutan resmi. Instansi yang diharapkan bisa menertibkan justru masuk daftar sarang pungli dan instansi terkorup sehingga muncul istilah "menyapu dengan sapu kotor". Pengawasan internal melempem. Pada saat yang sama, kita tak berdaya memberangus preman-preman.

Praktik pungli tak bisa diberantas tanpa membenahi integritas manusianya. Secanggih apa pun sistem pemerintahan tak akan berdaya tanpa adanya upaya serius menegakkan integritas di semua tingkatan. Pemimpin dan aparat harus berada di garis terdepan dan memberi teladan. Tindakan tegas dan seketika harus diambil untuk yang terbukti terlibat. Setiap satuan atau unit harus bertanggung jawab membersihkan unit masing-masing. Perlu tindakan luar biasa untuk memotong praktik pungli dan korupsi yang sudah jadi kanker dalam birokrasi.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "Perang Besar Melawan Pungli".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger