Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 01 Oktober 2016

TAJUK RENCANA: PON yang Jauh dari Ideal (Kompas)

Di tengah karut-marut pelaksa- naan Pekan Olahraga Nasional 2016 di Jawa Barat, kita melihat penampilan sejumlah atlet muda yang punya masa depan.

PON Jabar 2016, yang mempertandingkan 44 cabang olahraga, diwarnai berbagai kejadian yang sadar atau tidak telah mengurangi sportivitas olahraga. Apalagi, di tengah berbagai protes, terutama untuk cabang olahraga tidak terukur, dominasi kontingen tuan rumah sangat terasa.

Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi menyayangkan bahwa PON Jabar 2016 masih terjebak pada pertarungan gengsi daerah dan spirit kedaerahan yang terlalu dangkal. Selain mencederai nilai olahraga, munculnya peristiwa yang menodai sportivitas juga melupakan tujuan besar PON, yakni ajang pembinaan atlet berjenjang yang siap tanding di kancah internasional (Olimpiade).

Menpora menginginkan format baru PON untuk meminimalkan kemungkinan terulangnya peristiwa di atas. Sebaiknya, Menpora membuat kriteria cabang olahraga yang dapat dipertandingkan untuk menekan biaya penyelenggaraan yang terlalu besar. Lebih baik kita fokus pada cabang Olimpiade dan cabang yang populer di arena internasional.

Pedoman Olimpiade, citius (lebih cepat),altius (lebih tinggi), dan fortius (lebih kuat), seolah kehilangan makna di PON Jabar 2016. Tujuan besar Olimpiade tidak akan mungkin dicapai ketika di level pembinaan seperti PON segala cara dipakai untuk mencapai kemenangan.

Semangat kedaerahan yang terlalu dangkal juga bisa dilihat dari transfer atlet dan bonus besar bagi peraih medali di arena PON. Bonus menjadi semacam pengikat agar atlet tersebut tidak pindah ke daerah lain.

Transfer atlet antardaerah terjadi karena banyak provinsi tidak mau lelah membina atlet. Demi gengsi daerah, mereka lebih senang membeli atlet yang sudah pasti meraih medali di arena PON. Akibatnya, kita sulit berharap regenerasi atlet cepat bergulir dan daerah dapat memunculkan atlet muda hasil pembinaan sendiri.

Pada PON Jabar 2016, sejumlah atlet muda memang tampil cukup cemerlang, tetapi prestasinya masih jauh di bawah standar internasional. Artinya, untuk dapat menjadi atlet elite di arena internasional seperti SEA Games bahkan Olimpiade, mereka masih perlu pembinaan lebih lanjut. Dan, itu butuh waktu serta biaya tidak kecil.

Bukan kali ini saja kita menyaksikan pelaksanaan kegiatan olahraga seperti PON yang jauh dari ideal. Kita seolah tidak mau belajar dari pengalaman. Pada hampir semua gelaran kita dihadapkan pada persoalan yang nyaris sama, panitia tidak profesional, sarana dan prasarana tidak memadai, serta wasit yang memihak.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 September 2016, di halaman 6 dengan judul "PON yang Jauh dari Ideal".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger