Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 30 November 2016

Malaysia Vonis Perompak Indonesia (Kompas)

Pengadilan di Malaysia menja- tuhkan vonis 15 tahun dan 18 tahun terhadap delapan warga negara Indonesia. Vonis tepat meskipun sungguh memalukan.

Vonis tersebut dijatuhkan oleh Pengadilan Kota Tinggi, Johor Bahru, Malaysia, pada Senin (28/11) dan eksekusi akan dilakukan pada Minggu mendatang. Kedelapan lelaki WNI tersebut di dalam sidang terbukti merompak kapal tanker MT Orkim Harmony di perairan Tanjung Sedili, Malaysia, Juni lalu. Saat dirompak, kapal tanker membawa sekitar 6.000 ton bensin senilai 5,6 juta dollar AS. Selain dijatuhi hukuman penjara, enam terdakwa di antaranya juga dihukum cambuk lima kali.

Kita katakan "memalukan" karena para perompak itu adalah WNI dan diadili serta divonis di Malaysia. Mengapa mereka menjadi perompak? Tentu, hal tersebut adalah soal lain lagi, yang sungguh penting. Namun, hal itu tidak akan kita bahas di ruangan yang pendek ini.

Vonis tersebut menegaskan bahwa perompakan masih menjadi masalah keamanan serius di perairan Selat Malaka (panjang sekitar 805 kilometer) antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Indonesia, Malaysia, dan Singapura bergantung pada Selat Malaka untuk aktivitas perdagangan dan perekonomian serta politik sehingga selat ini menjadi titik temu ketiga pihak tersebut.

Secara geopolitik, Selat Malaka sangat vital sebagai jalur laut terpendek antara Samudra India dan Laut Tiongkok Selatan atau Samudra Pasifik, yang memiliki nilai strategis tidak hanya bagi negara pantai (littoral states), tetapi juga bagi negara pengguna (user states). Selat Malaka juga menghubungkan tiga negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, yakni India, Indonesia, dan Tiongkok.

Arti penting dari selat tersebut, antara lain, dibuktikan dengan jumlah kapal yang melintasinya. Tidak kurang dari 50.000 kapal dagang juga kapal tanker per tahun melintasi Selat Malaka. Inilah yang menyebabkan kawasan Selat Malaka menjadi target pembajakan. Dan, sekarang bahkan kemungkinan selat itu menjadi sasaran terorisme.

Karena itu, menurut International Transport Workers Federation Asia Pasifik, kawasan Selat Malaka merupakan kawasan paling rawan perompakan. Menurut data yang tersedia, Asia Tenggara menyumbang 55 persen dari 54 insiden perompakan dan perampokan bersenjata di dunia sejak awal 2015.

Berdasarkan semua fakta tersebut di atas, adalah sebuah keharusan bahwa perompakan (perampokan di laut) ditindak tegas dan pelakunya dijatuhi hukuman sepadan. Karena itu, meskipun pihak Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia mendampingi mereka untuk memberikan bantuan hukum, hal itu tidak mengurangi sikap tegas kita untuk memeranginya. Selain itu, Indonesia perlu terus membenahi pengaturan hukum nasionalnya mengenai penanganan pembajakan dan perompakan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 November 2016, di halaman 6 dengan judul "Malaysia Vonis Perompak Indonesia".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger