Saat kampanye presiden, tahun lalu, Trump menjanjikan akan membuat Amerika Serikat jaya kembali, antara lain, dengan menurunkan defisit perdagangan AS. Salah satu cara adalah menarik diri dari perjanjian Kemitraan Trans-Pasifik (Trans-Pacific Partnership/TPP).
Selain itu, Trump juga berjanji memberlakukan pajak impor yang besar terhadap produk dari negara lain yang menggunakan insentif nilai tukar.
Melalui pendekatan tersebut, Trump menjanjikan penambahan lapangan kerja dan perbaikan upah bagi para pekerja Amerika Serikat. Pekerja kelas menengah AS menjadi kelompok paling kurang menikmati perbaikan kemakmuran karena rendahnya pertumbuhan pendapatan dan prospek lapangan kerja. Hal ini sebenarnya tidak khas Amerika karena terjadi juga di negara-negara ekonomi maju lain, tetapi di AS isu kelas menengah menajam dalam kampanye presiden tahun lalu.
Dalam pelaksanaannya, keinginan Trump tersebut tidak mudah terwujud karena akan menghadapi balasan dari negara mitra dagang dan berhadapan dengan sanksi Organisasi Perdagangan Dunia.
Namun, langkah Trump memperlihatkan bergesernya kebijakan dari perdagangan bebas dalam suatu blok negara-negara anggota sebagai cara meningkatkan kemakmuran menjadi lebih melihat ke dalam.
TPP yang beranggotakan 12 negara di kawasan Asia-Pasifik mendapat dorongan dari Presiden Barack Obama. Meskipun perjanjian sudah disepakati ke-12 negara anggota, untuk dapat berjalan harus mendapat persetujuan lembaga legislatif dalam negeri masing-masing.
Di AS, Kongres yang dikuasai Partai Republik sejak awal sudah menyatakan ketidaksetujuan pada TPP. Begitu juga calon presiden Partai Demokrat, Hillary Clinton.
Bagi negara-negara anggota lain—termasuk Kanada dan Meksiko yang terikat perjanjian Kawasan Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) dan Trump juga mengatakan AS akan menarik diri—batalnya TPP membuat mereka mempertimbangkan mendekati Tiongkok.
Saat pembahasan TPP berlangsung, Tiongkok juga menginisiasi perjanjian multilateral Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) di mana Indonesia ikut di dalamnya. Boleh jadi RCEP akan dibahas serius dengan peserta lebih banyak.
Dengan AS cenderung menutup diri, Tiongkok sebagai ekonomi kedua terbesar dunia akan memanfaatkan keadaan ini untuk meluaskan pengaruh yang dapat mengubah perimbangan kekuatan ekonomi dan politik kawasan. Ini konsekuensi yang tampaknya belum diperhitungkan Trump saat ini atau dianggap tidak penting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar