Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 27 Januari 2017

TAJUK RENCANA: Langkah Tegas untuk Hakim MK (Kompas)

Perjalanan karier politik paripurna Hakim Konstitusi Patrialis Akbar akan berakhir di tangan KPK. Langkah keras dibutuhkan!

Belum banyak orang yang pernah merasakan tiga cabang kekuasaan di Indonesia. Patrialis pernah menjadi advokat, kemudian mengenyam kekuasaan legislatif sebagai anggota DPR dari Partai Amanat Nasional (1999-2009) yang punya tugas membuat undang-undang, termasuk UU Tindak Pidana Korupsi, merasakan menjadi eksekutif sebagai Menteri Hukum dan HAM (22 Oktober 2009-19 Oktober 2011), serta berpindah lagi ke kekuasaan yudikatif sebagai hakim konstitusi sejak 2013.

Posisi hakim konstitusi istimewa. UU Mahkamah Konstitusi menempatkan hakim MK sebagai negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan. Tak banyak pejabat yang dikonstruksikan oleh undang-undang sebagai negarawan. Adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang pada tahun 2013 mengusulkan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi bersama Maria Farida Indrati, setelah Patrialis diganti Amir Syamsuddin sebagai Menteri Hukum dan HAM.

Hakim konstitusi berasal dari tiga jalur. Jalur DPR, jalur Mahkamah Agung, dan jalur Presiden. Patrialis adalah hakim konstitusi dari jalur Presiden. Pengangkatan Patrialis sempat dipersoalkan koalisi masyarakat sipil karena proses pengangkatannya yang tidak terbuka. Sempat digugat di PTUN, tetapi Patrialis tetap dilantik sebagai hakim konstitusi pada 13 Agustus 2013.

Patrialis bukan hakim pertama yang ditangkap KPK. Sebelumnya, Ketua MK Akil Mochtar, yang pernah menjadi advokat dan anggota DPR dari Partai Golkar, pernah ditangkap KPK. Dia dihukum seumur hidup karena memperdagangkan perkara pilkada yang akan diputus MK. Kini, Patrialis ditangkap KPK berkaitan dengan uji materi undang-undang peternakan. Uji materi adalah langkah menguji konstitusionalitas undang-undang dengan konstitusi. Tak bisa dibayangkan jika urusan uji materi pun diperdagangkan.

Langkah perbaikan MK, seperti pembentukan Dewan Etik, belum mencukupi. Perbuatan tercela kembali terjadi dan kini menimpa Patrialis. Kekuasaan memang cenderung korup. Itulah kalimat Lord Acton. Tak boleh ada kekuasaan yang tidak diawasi. Hakim konstitusi termasuk lembaga yang nir-pengawasan. Setiap ada kehendak mengawasi MK, selalu dibatalkan MK sendiri. Dengan alasan kemandirian, MK tak menghendaki kekuasaannya diawasi. Langkah tegas dan keras harus dilakukan. Dewan Etik MK harus segera bertindak terhadap Patrialis agar memberikan efek jera. Jika tidak, MK akan menjadi lembaga yang tak dipercaya masyarakat!

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Januari 2017, di halaman 6 dengan judul "Langkah Tegas untuk Hakim MK".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger