Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 31 Januari 2017

TAJUK RENCANA: Melihat, dan Bersiap, Lebih Dulu (Kompas)

Kalimat di atas bukan menggurui, melainkan hanya sekadar mengulang ungkapan dari Perancis, bahwa Gouverner c'est prevoir.

Memerintah itu melihat lebih dulu. Kelanjutannya bisa berbunyi, dengan itu bisa bersiap lebih dini. Ungkapan ini kita angkat setelah membaca berita utama harian ini, Senin (30/1), berjudul "Siaga Kebakaran Dimulai". Kita sempat terheran, bukankah banjir masih di mana-mana, kok kita sudah bicara tentang siaga menanggulangi kebakaran.

Yang dipersoalkan memang siaga menghadapi kebakaran hutan dan lahan. Dalam hal ini, pemerintah mendorong pemerintah daerah dan swasta untuk mempersiapkan diri sebelum musim kemarau tiba.

Sekarang Riau menjadi satu-satunya provinsi yang sudah menyatakan siaga darurat bencana. Tetapi, bulan Februari, setelah Riau, akan menyusul Sumatera Selatan. Sementara Jambi dan Kalimantan Tengah yang rentan kebakaran hutan dan lahan belum memastikan kapan.

Dengan menegakkan status siaga, simulasi menghadapi bencana bisa dilakukan. Siapa yang menjadi pimpinan, apa yang harus disiapkan dan dilatih untuk penanggulangan, sudah bisa dimulai. Ini dalam kenyataan memang membutuhkan koordinasi yang kompleks, mulai dari pemantauan cuaca, koordinasi TNI dan Polri, pengerahan heli dan pesawat pengebom air, dan sebagainya.

Persiapan yang dilakukan dengan kencang, antara lain, juga dilatarbelakangi oleh ancaman Presiden yang akan mencopot pimpinan polisi dan TNI yang daerahnya tidak berhasil mengendalikan kebakaran, kata Kepala Polda Riau Irjen Zulkarnain.

Dari satu sisi, kita juga memahami sikap tegas Presiden, mengingat musibah kebakaran hutan dan lahan sudah setidaknya 20 tahun terakhir menjadi momok di musim kemarau. Bencana ini harus diakui sangat mempermalukan Indonesia di kancah regional dan global.

Memang ada faktor pemanasan global, perubahan iklim, yang membuat hutan dan lahan jadi lebih mudah terbakar, tetapi juga harus diakui bahwa peranan kesengajaan manusia tidak kecil juga. Sering kita mendengar penjelasan, kebakaran itu memang terjadi karena ada upaya untuk memperluas lahan perkebunan.

Aktivitas tersebut tidak saja menyusahkan warga yang tinggal tak jauh dari lokasi kebakaran, tetapi juga menyebabkan aktivitas serupa di sejumlah negara tetangga terganggu. Dampak yang muncul dari bencana asap antara lain menimbulkan sesak napas dan membatasi mobilitas, termasuk sekolah dan perdagangan warga. Sekarang kita harus berani mengatakan, cukup sudah, enough is enough! Dua dekade sungguh waktu yang terlalu lama untuk belajar mencegah dan memadamkan asap.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Januari 2017, di halaman 6 dengan judul "Melihat, dan Bersiap, Lebih Dulu".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger