Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 06 Januari 2017

TAJUK RENCANA: Pemerataan yang Berkelanjutan (Kompas)

Presiden Joko Widodo menjanjikan fokus pemerintah pada 2017 adalah pemerataan melalui redistribusi aset dan tanah serta kredit usaha rakyat.

Janji pemerataan kemakmuran selalu diucapkan pemerintah yang berkuasa. Meski demikian, angka rasio gini tahun 2011-2016 tertinggi sejak Indonesia merdeka, yaitu pada kisaran 0,41 dari sebelumnya di bawah 0,38.

Kajian Bank Dunia dan Bappenas pada 2012, misalnya, menemukan kesenjangan yang tetap lebar antara yang termasuk kelompok kaya serta menengah dan kelompok masyarakat miskin bukan disebabkan yang kaya bertambah kaya dan yang miskin bertambah miskin. Kesenjangan itu disebabkan karena kelompok kaya dan menengah memiliki kemampuan lebih besar dalam meningkatkan konsumsinya dibandingkan dengan masyarakat dalam kelompok pendapatan 40 persen terendah.

Banyak pihak sepakat penyebab kesenjangan adalah ketimpangan kesempatan. Peluang berkembang anak keluarga miskin biasanya lebih kecil dibandingkan dengan anak keluarga kelas menengah. Selain itu, ada kesenjangan yang disebabkan akses dan kesempatan yang tidak sama, diskriminasi, dan karena perbedaan penguasaan keterampilan dan motivasi.

Presiden Jokowi ingin mengurangi kesenjangan dengan meningkatkan kesetaraan dalam kesempatan dan redistribusi. Selain memperluas program pendidikan gratis dan layanan kesehatan semesta dengan sistem asuransi, pemerintah juga ingin mendistribusi aset, legalisasi lahan, dan kredit usaha rakyat (KUR).

Kita ingat pada Hernando de Soto, ekonom asal Peru, yang mengenalkan istilah "modal mati" untuk aset yang dimiliki masyarakat berpenghasilan rendah. Menurut De Soto yang pernah ke Jakarta, dengan melegalkan aset milik masyarakat berpenghasilan rendah, seperti petani, nelayan ataupun warga kota, yaitu sebidang tanah yang mereka miliki, mereka dapat meningkatkan kekayaan berlipat kali dengan menjadikan aset bersertifikat itu sebagai agunan dalam mendapat kredit dari lembaga keuangan.

Kita juga ingat pada UU Pokok Agraria yang menyebutkan tanah berfungsi sosial. Saat ini kita melihat tanah menjadi barang komersial karena diserahkan pada mekanisme pasar; terjadi penguasaan lahan sangat luas di tangan segelintir orang, termasuk lahan tidur yang tidak dimanfaatkan, sementara jutaan petani butuh lahan.

Janji Jokowi untuk fokus pada pemerataan harus diuji dalam pelaksanaannya. Mendistribusi aset, melegalisasi lahan, dan meningkatkan anggaran untuk KUR barulah awal dari kerja pemerataan. Kita menginginkan pemerataan ini berkelanjutan. Karena itu, setelah legalisasi lahan, misalnya, harus ada kepastian lahan tidak berpindah tangan dan akhirnya siklus kemiskinan gagal diputus.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Januari 2017, di halaman 6 dengan judul "Pemerataan yang Berkelanjutan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger