Hubungan bilateral, termasuk Indonesia dengan Australia, bersifat multidimensional. Ada hubungan ekonomi, perdagangan, sains, teknologi, dan militer.
Soal ekonomi, Indonesia dan Australia terus mematangkan kesepakatan kemitraan ekonomi komprehensif yang di dalamnya ada pemangkasan tarif dan promosi perdagangan. Kesepakatan diharapkan bisa dicapai akhir tahun ini.
Terkait militer, Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull dan Presiden Jokowi sepakat memulihkan kerja sama. Sekadar catatan, Indonesia menangguhkan kerja sama militer, bulan lalu, setelah perwira TNI yang tengah mengikuti latihan di fasilitas pelatihan Angkatan Bersenjata Australia menemukan materi pengajaran dan pesan yang dinilai melecehkan Indonesia.
Dalam pernyataan bersama kedua pemimpin, PM Turnbull mengatakan, Presiden Joko Widodo dan dirinya telah setuju memulihkan kerja sama, pertukaran pelatihan, dan aktivitas pertahanan. Kerja sama pertahanan bukan saja di bidang alutsista untuk menghadapi perang konvensional, melainkan juga untuk menghadapi perang generasi keempat yang berciri asimetrik, termasuk perang informasi yang ditujukan untuk melumpuhkan fungsi-fungsi bisnis atau operasi kemiliteran.
Kedua pemimpin juga sepakat meningkatkan kerja sama di bidang kemaritiman. Kita ingat pada masa lalu Australia pernah memasok pesawat patroli maritim Nomad yang besar jasanya. Adanya kerja sama baru diharapkan tidak untuk pertahanan saja, tetapi juga untuk pemanfaatan sumber daya laut.
Kedua pemimpin sama-sama menyadari, dasar bagi hubungan yang sukses adalah saling menghormati kedaulatan masing-masing. Dalam kaitan ini, PM Turnbull menegaskan komitmennya terhadap kedaulatan Indonesia dan integritas teritorialnya. Sementara Presiden RI mengatakan, hubungan yang kokoh antara Australia dan RI bisa dibangun, "Ketika kedua belah pihak bisa saling menghormati integritas teritorial masing-masing, juga tidak saling mencampuri urusan domestik masing-masing, dan bisa mengembangkan kemitraan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak."
Kedua pemimpin juga menyinggung perlu ada keseimbangan antara Tiongkok dan Amerika Serikat yang selama berpuluh-puluh tahun merupakan kekuatan dominan di Asia.
Lawatan telah terlaksana. Jadi, kinilah saatnya kedua negara mengerjakan PR untuk memetik buahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar