Kim Jong Nam, kakak tiri Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, tewas di Terminal 2 Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia, pertengahan bulan ini. Tewasnya Kim Jong Nam memunculkan beragam spekulasi, baik tentang pertarungan kekuasaan di Korut maupun keterlibatan pihak yang berkuasa di Pyongyang.
Yang lebih menarik adalah terungkapnya bukti bahwa Kim Jong Nam tewas karena terpapar gas racun saraf VX (venomous agent X). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyatakan bahwa racun saraf VX sebagai senyawa kimia berbahaya dan terlarang. Bahkan, racun saraf VX termasuk salah satu dari tiga senjata pemusnah massal, yakni nuklir, senjata kimia, dan senjata biologi.
Tuduhan memiliki senjata pemusnah massal inilah yang menjadi alasan Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara yang tergabung dalam pasukan koalisi menyerbu Irak dan menumbangkan Saddam Hussein pada tahun 2003. Saat berkobar perang Irak-Iran (1980-an), diyakini senjata ini digunakan. Bahkan, dalam perang Suriah yang hingga saat ini masih terus mendidih, ditemukan pula senyawa VX dan salah satu racun saraf kuat lainnya, yakni sarin.
Berangkat dari temuan pihak berwajib di Malaysia bahwa kematian Kim Jong Nam karena racun saraf VX, kita sampai pada sebuah kesimpulan betapa berbahayanya Korut, yang selama ini hanya dikenal sebagai negara yang memiliki senjata nuklir. Sejak tahun 2006, Korut sudah melakukan lima kali uji coba nuklir.
Menurut para ahli, apabila seseorang terpapar racun ini, 5 miligram atau setetes saja, kematian segera menjemputnya. Padahal, menurut Korsel, Korut memiliki persediaan senjata kimia, termasuk VX, berkisar 2.500-5.000 ton! Bisa kita bayangkan berapa banyak nyawa akan melayang sia-sia andaikan Korut, yang sampai kini masih berstatus perang dengan Korsel, nekat menggunakan racun itu.
Selama ini, kita mencatat, berkali-kali Korut melakukan tindakan nekat. Pyongyang tidak peduli pada kecaman dunia dan terus melakukan uji coba nuklir. Kalau terhadap saudaranya sendiri saja tega, apalagi terhadap orang lain yang tidak ada hubungan keluarga atau hubungan darah. Kekuasaan memang telah membutakan mata hati Pemimpin Korut.
Kita hanya bisa berharap Pemimpin Korut semakin dewasa, matang, dan arif bijaksana, dan kuasa dunia (termasuk AS dan China, juga PBB) tidak henti-hentinya membujuk Pyongyang untuk berdamai dengan Seoul, serta lebih fokus pada pembangunan negerinya. Apabila semua itu gagal, kita terpaksa menyebut Korut membahayakan perdamaian dunia.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Februari 2017, di halaman 6 dengan judul "Ancaman dari Korea Utara".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar