Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 08 Maret 2017

Sulitnya Ikut Amnesti Pajak//Hati-hati Beli Rumah‎ (Surat Prmbaca Kompas)

Sulitnya Ikut Amnesti Pajak

Kami, PT AEK, memohon pembatalan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, 13 Mei 2016. Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Pusat menerbitkan keputusan menolak pembatalan 3 November 2016. Tanggal 15 November 2016, kami menyurati Kanwil mengatakan surat keputusan keliru obyek keputusannya.

Tanggal 1 Desember 2016, Kanwil Jakpus menerbitkan keputusan pembetulan atas keputusan 3 November 2016. Menurut Pasal 36 Ayat (1d) UU KUP, "Apabila Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu enam bulan tidak menerbitkan keputusan, permohonan dianggap dikabulkan".

Menurut kami, keputusan yang benar diterbitkan 1 Desember 2016, sudah melewati enam bulan sehingga permohonan dianggap dikabulkan. Kanwil menjawab, "Isi keputusan pembetulan menolak, jadi tetap menolak walaupun diterbitkan lewat enam bulan. Terbitnya keputusan per tanggal 1 Desember 2016 dibetulkan atas permintaan PT AEK, bukan inisiatif DJP, jadi acuan keputusan tetap 3 November 2016 bukan keputusan 1 Desember 2016."

Jawaban Kepala KPP Menteng Satu lain lagi, "Keputusan tidak lewat waktu karena diterbitkan 3 November 2016. Walau keputusannya salah, awal diterbitkan masih dalam waktu enam bulan. Analog dengan SPT Pembetulan yang diakui tanggal SPT awal bukan tanggal SPT Pembetulan." Untuk menyelamatkan diri dari ketidakpastian jawaban para pejabat teras DJP ini dan menghindari kehilangan hak gugat satu bulan, kami ajukan gugatan ke pengadilan pajak (PP).

Kemudian kami menyurati KPP dan Kanwil. Jawaban Kanwil adalah karena PT AEK sudah mengajukan gugatan ke PP dan DJP telah menanggapi gugatan, Kanwil tidak dapat memenuhi permintaan PT AEK.

Apakah pejabat DJP tidak mengetahui makna lex posteriori legi priori? Apakah yang dimaksud keputusan Dirjen Pajak menurut Pasal 36 Ayat (1c) keputusan yang salah 3 November 2016 atau keputusan yang benar menurut perundang-undangan 1 Desember 2016? Apakah syarat formal SPT sudah terpenuhi dapat dianalogikan dengan syarat formal keputusan yang belum terpenuhi?

Alasan Kanwil DJP berbeda dengan KPP, mana sebenarnya alasan yang tepat menurut UU KUP? Apa dasar hukumnya penggunaan Pasal 16 UU KUP untuk membetulkan dapat mengesampingkan keberlakuan Pasal 36 Ayat (1d) UU KUP? Apakah karena telah mengajukan gugatan ke PP tidak dapat lagi dibahas bersama?

MIRNA SRI HERNAWATI, SE, STAF PAJAK PT AEK, J PEPAYA VI, JAGAKARSA, JAKARTA SELATAN

Hati-hati Beli Rumah

Saya memesan satu unit rumah di Perumahan Citaville, Midas Land, Cikarang, dengan skema kredit pemilikan rumah (KPR) dan uang muka (DP) yang bisa dicicil dalam satu tahun.

Namun, setelah enam bulan rutin membayar cicilan, pihak pemasaran menyatakan cicilan DP tidak perlu lanjut. Katanya, saya bisa langsung proses akad dengan disertai data pengajuan KPR. Saya mengikuti saran itu dengan dana sudah masuk Rp 20 jutaan.

Ternyata tidak ada tindak lanjut. Saya menelepon setelah beberapa bulan. Diinfokan, saya kena denda dan harus melanjutkan cicilan. Staf pemasaran yang menganjurkan stop cicilan sudah mengundurkan diri.

Hal lain yang aneh adalah saat awal saya tanda tangan surat pemesanan tidak pernah menerima bukti copy-nya.

Akhirnya saya mengontak kantor pusat Midas Land meminta melanjutkan cicilan dengan jaminan penghapusan denda. Saya juga sudah beberapa kali mengirim surat ke Midas Land untuk penghapusan denda, tetapi tidak ada tanggapan.

Akhirnya, saya melanjutkan membayar cicilan sesuai saran bagian keuangan, sambil menunggu penghapusan denda. Proses data KPR dilanjutkan dengan penginian data.

Saat mengajukan data baru, petugas pemasaran menginformasikan stop cicilan DP dulu untuk proses KPR lagi. Jika KPR sudah disetujui, baru DP dilanjutkan. Ia juga menjanjikan penghapusan denda.

Hasil terakhir, saya kaget menerima dua kali surat peringatan pembayaran denda dan pokok yang belum dibayar. Jika tidak dilunasi, DP yang sudah saya bayar akan hangus.

Saya merasa dipermainkan dan menunggu itikad baik Citaville dalam masalah ini.

RINALDO KRISNA, BINTANG METROPOLE, BEKASI

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Maret 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger