Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 08 Maret 2017

Proteksionisme Trump (ANTON HENDRANATA)

Akhir 2016, dunia dikejutkan dan terperangah dengan terpilihnya Donald J Trump sebagai presiden ke-45 Amerika Serikat. Trump berhasil mengambil hati sebagian besar rakyat Amerika Serikat dengan menjanjikan dobrakan heroik dengan slogan "Make America Great Again!"

Gaya "eksentrik" Trump dan di luar kebiasaan umum menimbulkan berbagai reaksi negatif dari rakyat AS sendiri dan dunia. Oleh karena itu, inilah yang jadi fokus utama dunia, ke mana Trump membawa perekonomian AS dan dunia dalam periode empat tahun ke depan?

Harus diakui, pemulihan ekonomi AS dan global terasa amat lambat dan tidak sesuai harapan sampai tahun 2016 akibat krisis ekonomi dan moneter dunia 2008. Warna dan gaya Trump seakan memberikan sentuhan baru dan kontras dalam perekonomian AS ke depan. Kerinduan rakyat AS terhadap perbaikan ekonomi secara signifikan seakan-akan terjawab dari janji kampanye Trump.

Kampanye Trump sungguh bombastis dan seolah memberikan angin segar buat rakyat AS. America first' bergaung begitu heroik dan membakar semangat rakyat level menengah bawah yang rindu akan perubahan nasib mereka. Beli produk Amerika (buy American) dan pekerjakan orang Amerika (hire American) seolah memberikan energi positif ke perekonomian domestik AS untuk segera bangkit.

Deglobalisasi?

Trumponomics begitu kuat menentang globalisasi, proteksionisme menjadi pilihan yang akan dicoba dijalankan oleh Presiden Trump. Mungkinkah ini menjadi cikal bakal deglobalisasi dalam perekonomian dunia? Apakah egosentris menjadi pilihan terbaik bagi negara-negara di dunia yang sedang mencari keseimbangan baru dalam perekonomiannya? Pertanyaan yang sulit dijawab dan biarkanlah waktu yang menjadi saksi bisu.

Menarik diteliti lebih dalam dan mencoba sedikit mengerti, mengapa Trump cenderung memilih proteksionisme? Suatu kebijakan yang cenderung tidak sejalan dengan presiden-presiden AS sebelumnya dan bisa menjadi ancaman serius terhadap pemulihan perekonomian global.

Tak pelak lagi, berbagai reaksi negatif dan ketakutan cenderung membalut situasi perekonomian global saat ini. Kita semua tidak sabar menunggu arah kebijakan Trump yang lebih eksplisit dan "clear", terutama siapa orang kunci yang memimpin tim ekonomi kabinet Trump?

Proteksionisme yang ingin dilakukan oleh Trump secara kasatmata terlihat cukup beralasan jika dilihat dari tiga indikator ekonomi utama ini. Pertama, sudah hampir 40 tahun perekonomian AS terperangkap dalam defisit perdagangan barang (di luar jasa). Defisit perdagangan barang meningkat signifikan hampir 14 kali lipat pada kurun waktu 1971-1977, dari 2,3 miliar dollar AS menjadi 31 miliar dollar AS.

Kemudian, defisit perdagangan terus membengkak sampai 763 miliar dollar AS pada 2015 (4,2 persen terhadap produk domestik bruto AS). Defisit perdagangan ini sangat jelas mencerminkan kuatnya penetrasi barang asing yang membanjiri perekonomian domestik AS dan menunjukkan tidak kompetitifnya produk AS.

Kedua, pertumbuhan ekonomi AS terlihat agak stagnan dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah krisis ekonomi global 2008. Pemulihan ekonomi AS tidak seperti yang diharapkan dan berkutat pada kisaran pertumbuhan 1,5-2,5 persen sejak 2010. Padahal, jika ingin memperkuat perekonomian domestiknya, minimal pertumbuhan ekonomi AS berkisar 3,5-4,5 persen.

Dan, yang terakhir, dengan pertumbuhan ekonomi AS yang relatif rendah, penyerapan tenaga kerja agak tersendat dan penduduk AS kesulitan mencari pekerjaan karena terbatasnya lapangan kerja. Hal ini sangat jelas terlihat dari tingkat partisipasi angkatan kerja yang cenderung menurun dari 67,3 persen pada Januari 2000 menjadi 62,7 persen pada Desember 2016 meski tingkat pengangguran turun signifikan dari 10,6 persen pada Januari 2010 ke 4,5 persen pada Desember 2016.

Dengan kondisi ekonomi AS seperti sekarang ini, wajarlah slogan "Make America Great Again!" dengan kebijakan proteksionisme Trump menjadi harapan obat manjur bagi pemulihan perekonomian AS.

Pertanyaannya, rasionalkah apa yang dilakukan Trump yang mencoba beralih dari mazhab perekonomian globalisasi menjadi deglobalisasi?

Kepentingan ekonomi AS

Melihat dominasi AS dalam percaturan organisasi internasional dunia dan ekonomi liberalisasi yang lebih menguntungkan AS, rasanya proteksionisme secara ekstrem tak akan dilakukan di era Trump. Alasan logiknya dari perspektif ekonomi dapat kita lihat dari data produk domestik bruto (PDB) dan produk nasional bruto (PNB) AS.

PDB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam negeri (termasuk perusahaan asing di domestik), sedangkan PNB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan penduduk suatu negara (termasuk penduduk negara itu yang berada di luar negeri).

Faktanya, perekonomian AS, nilai PNB-nya jauh lebih besar daripada PDB-nya, yaitu empat kali lipatnya (dengan kata lain PNB AS sebesar 400 persen dari PDB-nya). Ini artinya produksi AS sangat banyak dihasilkan di luar negeri, dibandingkan produksi domestiknya. Hal ini menunjukkan, sebagian besar perusahaan AS dalam bentuk perusahaan multinasional (multi national company/MNC) yang banyak berdiri di negara lain, yang upah buruhnya jauh lebih murah ketimbang di AS.

Ketergantungan AS terhadap negara lain makin meningkat, di mana selisih PNB terhadap PDB cenderung terus membesar dari 31 triliun dollar AS pada tahun 2000 menjadi 55 triliun dollar AS pada 2015. Sementara itu, dalam periode 15 tahun terakhir, perekonomian domestik AS secara nominal sangat lambat kenaikannya dari 10 triliun dollar AS pada tahun 2000 menjadi hanya 18 triliun dollar AS pada 2015.

Melihat kondisi ini, proteksionisme berlebihan, saya kira, bukan pilihan yang tepat dan bisa berpotensi mempersulit perekonomian AS dalam jangka panjang. PNB AS sudah telanjur sangat besar dibandingkan dengan PDB-nya. Rasionalkah sebagian besar perusahaan AS di luar negeri dipindahkan ke perekonomian domestik?

Saya kira sangat sulit dan tidak logis, apalagi upah buruh sudah sangat mahal di AS dan struktur penduduk AS yang berbentuk piramida terbalik, di mana penduduk usia tua lebih banyak daripada usia mudanya. Jadi, kalaupun mau melakukan proteksionisme sebaiknya Trump harus berhati-hati dan sifatnya terbatas untuk industri tertentu yang sesuai dengan struktur penduduk dan kapasitas perekonomian AS.

Kemungkinan besar, proteksionisme secara ekstrem tidak akan dilakukan di era Presiden Trump karena ini bisa memukul balik negatif perekonomian AS yang sudah merajut kembali masa kejayaannya.

Terlalu dini melihat dampak ekonomi dari arah kebijakan Trump yang baru sebatas kampanye dan ini bisa menimbulkan kekhawatiran yang bergerak liar tidak menentu. Saat ini dunia memang diliputi ketidakpastian serta sulit menebak arah kebijakan ekonomi dan politik Trump.

Saya pikir tiga atau enam bulan ke depan kebijakan yang diambil Presiden Trump akan lebih jelas dan memudahkan kita melihat dampaknya ke perekonomian global dan domestik. Biarlah waktu yang menguji, apakah fenomena Trump akan menentukan arah dan keseimbangan baru perekonomian dunia?

ANTON HENDRANATA, CHIEF ECONOMIST PT BANK DANAMON INDONESIA TBK

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Maret 2017, di halaman 7 dengan judul "Proteksionisme Trump".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger