Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 22 Maret 2017

TAJUK RENCANA: Ancaman terhadap Demokrasi Turki (Kompas)

Referendum konstitusi di Turki yang akan dilaksanakan pada 16 April mendatang akan menjadi ujian berat bagi demokrasi negeri itu.

Apakah prinsip-prinsip demokrasi seperti yang dahulu kala dicanangkan oleh Bapak Bangsa Turki Mustafa Kemal Atatürk akan benar-benar bisa berjalan atau tidak. Sejarah Turki modern dimulai pada 1923 ketika Republik Turki diproklamasikan di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Atatürk. Cita-cita Atatürk adalah menjadikan Turki sebagai negara modern dan maju seperti negara-negara Eropa. Banyak langkah dilakukan Atatürk untuk mewujudkan cita-cita tersebut, dengan berdasarkan ideologi Kemalisme.

Dengan ideologi itu, Atatürk, antara lain, meneguhkan Turki sebagai negara sekuler dan menegaskan peran militer yang menjadi motor utama sejak perjuangan sebelum proklamasi dan setelah proklamasi. Masa Atatürk, dari sejak kemerdekaan hingga meninggal pada 1938, adalah periode pemantapan fondasi negara modern.

Sepanjang masa itu pula, 1923-1950, Turki berada di bawah pemerintahan partai tunggal, yakni Partai Rakyat Republik (RPP). Meski rezim Turki waktu itu adalah rezim sipil, para pemimpinnya memiliki latar belakang militer dan militer dipandang sebagai penjamin tertinggi, paling utama bagi rezim yang berkuasa.

Sekarang, di bawah kepemimpinan Recep Tayyip Erdogan, militer sudah tidak berkuasa penuh lagi. Namun, gejala pemusatan kekuasaan sangat jelas di tangan Erdogan. Referendum konstitusi sulit untuk dimungkiri mengarah pada pemusatan kekuatan itu.

Referendum mendatang akan mengubah sistem parlementer ke presidensial. Presiden sebagai eksekutif akan memainkan peranan besar, sebuah peran yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan, Atatürk pun yang mendirikan Republik Turki belum pernah memiliki kekuasaan seperti Erdogan nanti andaikan referendum konstitusi mendapat dukungan dan persetujuan rakyat.

Sistem presidensial tidaklah jelek. Ada banyak contoh baik. Dan, sebenarnya, diskusi mengenai sistem presidensial ini bukan barang baru di Turki. Dahulu, pada zaman Presiden Turgut Ozal (1980-an), hal tersebut pernah dibahas. Sistem Amerika-lah yang menjadi contohnya, dengan menekankan pada pemisahan kekuasaan.

Akan tetapi, yang terjadi sekarang ini secara harfiah diartikan sebagai sistem presidensial "ala Turki" karena jika referendum konstitusi didukung akan muncul "pemerintahan satu orang", yakni presiden yang memiliki kekuasaan sangat besar.

Sekarang, referendum konstitusi belum terjadi, gerak partai oposisi saja sudah dibatasi. Apa jadinya kalau nantinya kekuasaan terpusat di satu tangan. Itulah sebabnya muncul kekhawatiran melemahnya demokrasi.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul "Ancaman terhadap Demokrasi Turki".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger