Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 21 Maret 2017

TAJUK RENCANA: Kembali ke Jalur Moderat (Kompas)

Suara perlunya mengatasi gejala intoleransi di Tanah Air mengemuka. Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah diusulkan proaktif untuk memoderasi.
TOTO S

Usulan disampaikan cendekiawan Direktur Pascasarjana Universitas Islam Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra dan Direktur Maarif Institute Abdullah Darraz, seperti dikutip harian ini. Keduanya menanggapi Silaturahim Ulama Nusantara di Rembang, 16 Maret 2017. Silaturahim ulama itu menyuarakan perlunya NU mengawal Pancasila dan NKRI dengan menjaga sikap moderat. Toleransi, demokrasi, dan terwujudnyaakhlakul karimah dalam kehidupan masyarakat harus diperjuangkan.

Kebangkitan gerakan radikal di Indonesia muncul sejak era reformasi ketika semua ideologi "dibiarkan" masuk atas nama demokrasi. Gerakan yang di negara asal dilarang, di Indonesia justru menyebar dan mempunyai banyak pengikut. Fenomena itu dipercepat melalui revolusi teknologi informasi yang menyebarkan ajaran dan pikiran radikal secara masif di Tanah Air.

Perkembangan media sosial—dan kita hidup dalam realitas itu—telah menjadikan demokratisasi media dalam arti sejatinya. Setiap individu menjadi pemimpin media dengan standar nilai mereka. Paham yang tidak sesuai dengan Pancasila atau jati diri bangsa bersaing bebas di pasar gagasan. Sementara kelompok masyarakat diam (silent majority) lebih menjadi penonton dan tidak mau terlibat dalam kontestasi gagasan atau pikiran.

Keretakan sosial secara kasatmata terasa. Perbedaan pilihan politik di media sosial berakhir dengan pemutusan hubungan di media sosial. Leave group atau unfriendkerap terjadi dalam percakapan di media sosial. Kita bersyukur berdasarkan jajak pendapat harian ini, Senin, mayoritas responden, 90 persen, meyakini situasi hubungan antarwarga akan kembali membaik setelah pilkada. Pertarungan politik ikut memperparah kemunculan gerakan dan pikiran radikal. Semoga keyakinan publik, sebagaimana tertangkap dalam jajak pendapatKompas, itu benar adanya.

Dalam lanskap sosial itu, ajakan dua cendekiawan agar NU dan Muhammadiyah kembali membawa Indonesia ke jalur moderat dan menghargai toleransi patut disambut baik. Dua organisasi massa besar itu harus lebih aktif turun ke bawah dan kembali merengkuh umatnya untuk mengembangkan pikiran moderat dan toleran.

Namun, kita pun melihat masalah kohesi sosial yang terkoyak atau tenun kebangsaan yang robek membutuhkan lebih banyak individu tercerahkan, yang punya keinginan dan kapasitas kembali memimpin gagasan soal Indonesia sejatinya, bukan imajinasi Indonesia yang diadopsi dari negara lain.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul "Kembali ke Jalur Moderat".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger