Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 07 April 2017

TAJUK RENCANA: Intervensi Harga Pangan (Kompas)

Pemerintah mengintervensi harga dan memperkuat stok pangan untuk stabilisasi harga. Harapan kita, semua mendapat manfaat dari kebijakan itu.

Komoditas yang kali ini diintervensi adalah gula, minyak goreng, dan daging beku. Adapun yang diperkuat stoknya adalah beras. Harga eceran tertinggi ditetapkan untuk gula semua merek Rp 12.500 per kilogram, minyak goreng kemasan sederhana Rp 11.000 per liter, dan daging beku dari India Rp 80.000 per kilogram.

Untuk memastikan keputusan Menteri Perdagangan tersebut dapat dilaksanakan, pemerintah membuat kesepakatan dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia dan para distributornya. Aturan ini berlaku mulai 7 April 2017 di semua gerai peritel modern.

Kita memahami keinginan pemerintah menjaga harga sejumlah bahan pangan. Akhir Mei kita akan memasuki bulan puasa, saat biasanya kebutuhan pangan meningkat yang biasanya diikuti kenaikan harga. Pangan masih menjadi sumber inflasi. Mengendalikan harganya diharapkan mengendalikan inflasi serta menjaga daya beli masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah.

Di sisi lain, pengalaman memperlihatkan upaya mengontrol harga pangan tidak mudah. Tahun lalu, harian ini melaporkan harga sejumlah komoditas pangan bergerak liar saat bulan puasa. September 2016, Kementerian Perdagangan menetapkan harga acuan di tingkat petani dan konsumen untuk tujuh komoditas pangan, yaitu beras, gula pasir, daging sapi, bawang merah, cabai, kedelai, dan jagung, sebagai tolok ukur pemerintah mengintervensi pasar. Di lapangan, harga acuan tersebut tidak segera menurunkan harga pangan meski pemerintah mengintervensi dengan menambah pasokan.

Harga suatu barang terbentuk karena permintaan dan penawaran, kenaikan pasokan segera berdampak turunnya harga. Meski begitu, pasar tidak selalu sempurna. Bisa jadi karena ada yang menahan stok. Rantai tata niaga yang panjang juga disebut menyebabkan tingginya harga di tingkat konsumen, sementara rendah di tingkat petani.

Pilihan pemerintah mengatur harga eceran tertinggi, meski dengan tujuan baik, dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan.

Petani tebu, misalnya, khawatir harga beli tebu mereka akan tertekan, terutama tebu yang dikirim ke pabrik tebu milik perusahaan perkebunan negara yang berusia tua dan beberapa di antaranya tak efisien dalam memproduksi gula. Juga muncul kekhawatiran pedagang di pasar rakyat, konsumen akan lari ke gerai atau toko eceran modern. Pun kebijakan ini terasa bias kota dan Jawa.

Karena itu, kebijakan pengendalian harga eceran harus disertai peningkatan produktivitas hulu, yaitu produksi pertanian dan peternakan, seraya menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai: memotong rantai tata niaga.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 April 2017, di halaman 6 dengan judul "Intervensi Harga Pangan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger