Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 15 April 2017

TAJUK RENCANA: Reaktualisasi Pesona Agama (Kompas)

Konkretisasi hari keagamaan tak bisa lepas dari peristiwa aktual dan menjadi pembicaraan umum. Peristiwa itu ditempatkan dalam kerangka keimanan.

Berbagai peristiwa belakangan ini menunjukkan kebenaran bisa dibangun tidak oleh kenyataan obyektif, tetapi oleh narasi yang dikembangkan. Prinsip klasik bahwa iman bisa dibuktikan secara ilmiah, fides quaerens intellectum, lewat. Kebenaran agama diklaim sebagai kebenaran atas dasar narasi yang sarat makna. Agama tak lagi mempersatukan, tetapi memecah belah.

Dalam sejarah agama-agama di dunia, kekerasan menyatu tidak hanya jadi barang tempelan, dan memperoleh pembenaran. Kekerasan seolah bagian dari representasi keberagamaan, padahal agama mana pun tidak mengajarkan kekerasan sebagai bagian integral ajaran agama yang berinti kelembutan dan kedamaian. Roh damai dan kelembutan ditempatkan di bawah selimut kekerasan.

Paskah, sebagai hari besar keagamaan Kristen—puncak Trihari Suci dengan Kebangkitan Yesus Kristus sebagai inti iman Kristen tanpa iman akan Kebangkitan semua sia-sia— menawarkan narasi aktual dan relevan sesuai zaman. Merujuk itu, hari keagamaan bermakna menghidupkan.

Ketika negeri ini digagas dengan Pancasila sebagai dasar negara, temuan itu tidak jatuh dari langit. Temuan bahwa Pancasila adalah "rumah bersama" butuh proses panjang untuk memperoleh kesepakatan bersama para pemimpin rakyat, jatuh bangun bahkan dalam perjuangan pemaknaan aktualnya tidak berjalan mulus. Pancasila adalah anugerah karena mampu menjadi "rumah bersama", mewadahi berbagai bentuk kemajemukan Indonesia.

Memaknai hari Paskah bagi umat Kristiani di Indonesia berarti mengaktualkan kembali Pancasila sebagai "rumah bersama" yang memberikan rasa aman dan nyaman. Arah dasar Gereja Keuskupan Agung Jakarta 2016-2020, salah satu bagian dari persekutuan umat Kristen/Katolik universal, menetapkan: mengamalkan Pancasila demi keselamatan manusia dan keutuhan ciptaan. Rumusan kuncinya, amalkan Pancasila: makin adil, makin beradab. Buahnya, persaudaraan dengan sesama dan lingkungan.

Mengembangkan Pancasila sebagai "rumah bersama" menjadi konkret bahkan imperatif, tak hanya ketika terjadi bencana atau musibah, tetapi lebih jauh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bentuknya, membuat negeri ini semakin aman bagi penghuninya, tidak sebagian, tetapi seluruhnya merupakan pemaknaan aktual konkret.

Mengamalkan Pancasila memperoleh lahan subur dan riil dalam kehidupan bersama, juga dalam keberagaman yang memang sejak awal negeri ini punya identitas kemajemukan. Dengan demikian, agama, apa pun agamanya, kembali ke makna yang sejati. Agama menghidupkan kemanusiaan. Selamat Paskah 2017.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 April 2017, di halaman 6 dengan judul "Reaktualisasi Pesona Agama".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger