Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 29 Juli 2017

Momentum Sensus Ekonomi Lanjutan (RAZALI RITONGA)

Sebagai rangkaian kegiatan Sensus Ekonomi 2016, Badan Pusat Statistik pada Agustus dan September 2017 akan kembali menyelenggarakan Sensus Ekonomi 2016 Lanjutan.

Kegiatan utama Sensus Ekonomi 2016 (SE-2016) Lanjutan ialah pendataan usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB). Sebelumnya, pada 1-31 Mei 2016, kegiatan SE-2016 adalah pendaftaran (listing) usaha dan perusahaan.

Cakupan pendataan UMK dan UMB meliputi sejumlah aktivitas unit usaha/perusahaan (establishment) mikro, kecil, menengah dan besar di seluruh wilayah NKRI. Berdasarkan buku panduan bagi petugas, yang dimaksudestablishment ialah memenuhi sejumlah kondisi, seperti di bawah kendali manajemen tunggal, melibatkan orang dan peralatan, serta memproduksi dan menjual barang dan menyediakan jasa.

Pertanyaan yang diajukan pada responden mencakup: nama dan alamat usaha/perusahaan, karakteristik usaha/perusahaan, kendala dan prospek usaha, pekerja dan balas jasa pekerja, biaya/pengeluaran 2016, produksi dan pendapatan 2016, neraca perusahaan, status permodalan.

Maka, dengan mencermati cukup banyaknya informasi yang dikumpulkan dari karakteristik usaha/perusahaan, hal itu dapat menjadi momentum bagi ketiga pilar sekaligus; rumah tangga, pelaku usaha, dan pemerintah untuk pengembangan usaha.

Momentum pemerataan

Bagi pemerintah, ketersediaan data kegiatan ekonomi secara lengkap merupakan momentum mengembangkan usaha guna menekan ketimpangan dan meningkatkan pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pembukaan lapangan kerja.

Pemberlakuan otonomi daerah (otda) sejak 2001 dinilai belum cukup membantu pemerataan, bahkan ketimpangan cenderung memburuk. Otda dinilai lebih menguntungkan pebisnis besar (Kompas, 21/7/2017).

Secara faktual, itu berarti pemda kurang memperhatikan pengembangan UMK. Padahal, mayoritas penduduk menggantungkan hidupnya pada UMK. Pada dasawarsa lalu (hasil SE-2006), jumlah UMK 22,52 juta atau sekitar 99,03 persen dari total usaha di Tanah Air, selebihnya atau kurang dari 1 persen merupakan UMB. Sementara jumlah tenaga kerja yang terserap pada UMK 41,6 juta jiwa, atau hampir separuh penduduk bekerja waktu itu (2006).

Selain banyak menyerap tenaga kerja, UMK juga dapat bertahan terhadap dampak krisis sehingga bisa menjadi bantalan krisis. Ketangguhan UMK antara lain terdeteksi dari kontribusi yang cukup besar dalam struktur ekonomi pembentukan nilai tambah produk domestik bruto (PDB). Bersama kelompok usaha kecil dan menengah (UKM), kontribusi nilai tambah yang disumbangkan terhadap PDB pada 2006 sebesar 53,28 persen (BPS, Analisis Profil Perusahaan/Usaha Indonesia 2006, Mei 2008).

Maka, memburuknya ketimpangan sejak otda antara lain karena pengembangan usaha belum berpihak pada UMK. Menurut (Reich,1991), hal itu umum terjadi di sejumlah negara berkembang karena kebijakan ekonomi makro pada tataran nasional belum mampu menstimulasi pengembangan usaha, khususnya UMK di tingkat lokal.

Ditengarai, salah satu faktor kendala pengembangan UMK di daerah ialah minimnya data dan informasi kegiatan usaha/perusahaan. Kurangnya data dan informasi itu juga menjadi kendala membangun infrastruktur penunjang kegiatan ekonomi yang dibutuhkan di setiap daerah.

Secara faktual, hal itu seirama dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tentang pentingnya data dalam pembangunan infrastruktur. Menkeu menyebutkan, pembangunan infrastruktur tidak hanya sebatas penyediaan anggaran, tetapi juga ketersediaan data akurat untuk persiapan secara matang (Kompas, 19/7/2017).

Penggunaan data hasil SE-2016 Lanjutan dapat membantu pemerintah, khususnya pemda, dalam perencanaan dan desain pengembangan UMK. Sebab, dari data yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan antara lain untuk mengetahui profil dan karakteristik usaha, level dan struktur ekonomi, daya saing bisnis, struktur pengeluaran dan pendapatan, permodalan, serta prospek dan kendala usaha (BPS, 2017).

Namun, ketersediaan data tanpa diiringi kemampuan analisis dan perencanaan dapat menjadi persoalan tersendiri dalam pengembangan usaha di sejumlah daerah. Keterbatasan kemampuan itu barangkali dapat diatasi dengan pelatihan dan atau kolaborasi secara sinergis antara badan perencana pembangunan dan BPS di daerah.

Data hasil SE-2016 Lanjutan itu nantinya juga dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi sejumlah perda. Pemda perlu mengkaji ulang sejumlah perda, terutama perda yang hanya menguntungkan usaha besar dan belum banyak berpihak kepada pengembangan UMK.

Atas dasar itu, hasil SE-2016 Lanjutan amat diharapkan dapat jadi momentum pengembangan usaha dan pemerataan pendapatan guna mengurangi ketimpangan di suatu daerah dan antardaerah. Perlu partisipasi semua pelaku usaha, baik pada level rumah tangga maupun perusahaan, untuk memberikan keterangan sebenarnya menyangkut aktivitas usaha, agar diperoleh data akurat. Akurasi data adalah hal krusial dalam menyusun rencana pengembangan usaha agar tepat sasaran.

RAZALI RITONGA

Lulusan Georgetown University, AS; Bekerja sebagai Kepala Pusdiklat BPS RI

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Juli 2017, di halaman 6 dengan judul "Momentum Sensus Ekonomi Lanjutan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger