Dua peristiwa itu, yang tidak saling terkait dengan Hari Bhayangkara, bisa dipakai sebagai bahan refleksi bagi kepolisian. Penusukan dua anggota Brimob, Ajun Komisaris Dede Suhatmi dan Brigadir Satu Syaiful Bahri, bisa saja dikaitkan dengan penusukan hingga tewas Ajun Inspektur Satu Martua Sigalingging di Mapolda Sumatera Utara, 25 Juni 2017. Bahkan dengan peristiwa sebelumnya, 24 Mei 2017, ketika tiga anggota polisi tewas terkena ledakan bom di Kampung Melayu, Jakarta. Polri juga masih menyelidiki serangkaian teror beruntun yang diarahkan kepada polisi.
Di media sosial, kita mencermati beberapa ekspresi yang meragukan teror terhadap polisi yang sudah menjadi fakta. Keraguan sebagian warganet itu tentu harus dijawab dengan penegakan hukum yang terbuka dan transparan sesuai dengan bukti hukum yang bisa dipertanggungjawabkan. Siapa pun yang bersalah dan bertanggung jawab—apakah tindakan itu personal atau terorganisasi—harus diadili.
Kita bersimpati terhadap petugas kepolisian yang tewas atau terluka. Mereka adalah abdi negara. Upaya untuk meneror kepolisian adalah upaya melumpuhkan aparat sebagai salah satu pilar negara. Dan, Polri harus tetap tegak menjadi bayangkari negara.
Pada Hari Bhayangkara, kita mencermati ketidakpuasan elemen masyarakat atas berbagai perkara kriminal yang tak kunjung tuntas. Kondisi itu menciptakan spekulasi mengenai peranan yang dijalankan kepolisian. Tak ada jalan lain untuk menjawab keraguan sebagian publik itu, polisi harus menjawab dalam kerangka penegakan hukum.
Jajak pendapat Kompas yang dilakukan pada 14-16 Juni 2017 menunjukkan, 46 persen responden memandang kinerja Polri secara umum pada 2017 semakin baik dibandingkan dengan tahun 2016. Adapun yang memandang tetap baik sebesar 32,7 persen. Namun, masih ada juga yang meragukan independensi dan netralitas Polri.
Kisruh seleksi calon taruna Akpol di Mapolda Jabar—yang mendikotomikan putra daerah dan nonputra daerah—merupakan indikasi belum tuntasnya reformasi kultural di tubuh Polri. Syukur, Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian bergerak cepat meluruskan praktik itu dan menarik rekrutmen Akpol ke tingkat Mabes Polri.
Polri haruslah tetap kokoh sebagai bayangkari negara. Polri haruslah tetap menjadi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang punya tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, melindungi, mengayomi, dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Itulah amanat undang-undang.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Juli 2017, di halaman 6 dengan judul "Menjawab Keraguan Publik".

Tidak ada komentar:
Posting Komentar