Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 01 Juli 2017

TAJUK RENCANA: Momentum Pertumbuhan (Kompas)

Untuk mengejar target pertumbuhan produk domestik bruto, pemerintah tetap mematok peningkatan anggaran belanja di tengah penurunan penerimaan negara.

Konsekuensi logisnya, defisit anggaran membengkak dari target 2,41 persen menjadi 2,6 persen dan harus ditutup dengan utang. Pemerintah terpaksa juga harus memangkas anggaran dana alokasi umum untuk daerah.

Kita harus mengakui, stimulus fiskal lewat belanja pemerintah, khususnya infrastruktur, memainkan peran penting dalam stabilisasi dan menggerakkan ekonomi domestik. Dalam beberapa tahun terakhir, kita juga melihat daya tahan dan kesinambungan fiskal terus diuji di tengah situasi global yang belum kondusif dan perekonomian domestik yang masih berat, kendati telah dilakukan berbagai terobosan, termasuk lewat program amnesti pajak.

Kendati pemerintah mampu mengawal APBN dengan baik—antara lain dikonfirmasikan dengan membaiknya peringkat utang pemerintah versi Standard & Poor's—kita terus dihadapkan pada tekanan fiskal yang meningkat dan bisa menggerus kepercayaan investor jika tak hati-hati. Ruang fiskal terbatas dan ancaman membengkaknya defisit hanya salah satunya.

Dalam situasi penerimaan negara tertekan, pemerintah dihadapkan pada pilihan, tetap ekspansif atau sedikit mengerem pertumbuhan. Dari target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen 2017 dan 5,4-6,1 persen pada 2018, kita melihat tekad pemerintah untuk tetap menjaga momentum peningkatan pertumbuhan, terutama karena ini berkaitan dengan penyediaan lapangan kerja serta pengurangan kemiskinan dan ketimpangan.

Ini bukan persoalan mudah, pada saat 60 persen APBN sudah tersita untuk belanja rutin, 26 persen lebih anggaran pemerintah pusat bahkan separuh anggaran pemerintah daerah habis untuk membayar gaji dan tunjangan pegawai, serta beban cicilan utang menyedot sekitar 37 persen dari penerimaan negara.

Salah satu yang dituding sebagai sumber penyebab besarnya kesenjangan APBN adalah belanja infrastruktur. Selain sudah menjadi program unggulan Joko Widodo-Jusuf Kalla, proyek infrastruktur menjadi prioritas pemerintah karena dinilai mampu menghela perekonomian secara keseluruhan dan penting untuk mengatasi ketertinggalan dari negara lain.

Namun, dengan bobot infrastruktur pada anggaran belanja negara yang besar, harapan agar pemerintah lebih selektif dan fokus pada infrastruktur dengan efek ekonomi berganda tampaknya tidak bisa diabaikan.

Mempertajam alokasi anggaran secara keseluruhan, memperbaiki penyerapan dan menekan kebocoran, harus terus dilakukan. Momentum pertumbuhan akan lebih terjaga jika kita juga mampu menjaga semua mesin ekonomi bergerak optimal dan menjaga iklim usaha tetap kondusif. Selain itu, kita juga harus bisa memanfaatkan perbaikan peringkat utang untuk menarik investasi dan menekan biaya pendanaan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Juli 2017, di halaman 6 dengan judul "Momentum Pertumbuhan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger