Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 11 Agustus 2017

TAJUK RENCANA: Berharap Trump-Kim Turunkan Tensi (Kompas)

Kekhawatiran itu pun terjadi. Presiden AS Donald Trump tidak bisa "mengontrol" diri berkomentar dan berujung pada ketegangan diplomatik.

Hal semacam itu sudah beberapa kali terjadi sebelumnya dan memicu tensi diplomatik, antara lain perang kata-kata dengan China, Jepang, Jerman, dan Perancis. Semua bisa diredam berkat kerja keras para pembantu Trump dan tentunya berkat akal sehat para "korban" serangan Trump.

Namun, kali ini berbeda. Trump berhadapan dengan pemimpin rezim Korea Utara Kim Jong Un, sosok yang memiliki tabiat yang mirip dengan dirinya. Keduanya sama-sama suka menggertak, merasa paling hebat, dan tak peduli apa konsekuensi dari ucapan mereka.

Selama 2017, Korut telah melakukan uji coba rudal balistik selama 14 kali. Namun, dua uji coba pada Juli yang paling mengkhawatirkan. Pada 4 Juli, untuk pertama kalinya Korut meluncurkan rudal balistik antarbenua yang jatuh di Laut Jepang (930 kilometer dari Korut). Peluncuran kedua akhir Juli, rudal yang diluncurkan menjangkau jarak 10.000 kilometer dengan ketinggian sekitar 3.000 kilometer. Rudal-rudal ini bisa mencapai Alaska dan juga kota-kota besar di AS, seperti Denver dan Chicago.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa secara aklamasi menjatuhkan sanksi baru kepada Korut. Namun, Kim bergeming. Terjadilah saling ancam antara Trump dan Kim. Puncaknya adalah ketika Trump menyatakan akan membalas Korut dengan "api dan kemarahan", ungkapan bahwa perang akan dibalas dengan perang.

Korut membalas lagi dengan ucapan bahwa militernya akan menjadikan tanah AS sebagai medan perang nuklir dan mempertimbangkan untuk menyerang Guam, pangkalan militer AS di Pasifik. Ini untuk pertama kalinya Korut menetapkan target sasaran nuklir secara spesifik di wilayah AS.

Pada masa lalu, Kim juga gencar menggertak dan melakukan uji coba rudal. Dunia juga geram terhadapnya. Namun, situasi masih bisa dikendalikan. Saat ini, situasi menjadi genting karena kedua pemimpin semakin meningkatkan serangan lewat kata-kata. Bagaimana kalau sampai terjadi perang "betulan" hanya karena kedua pemimpin ini mengeluarkan reaksi yang sulit diduga?

Hal inilah yang dikhawatirkan para penasihat Trump. Menlu AS Rex Tillerson, misalnya, segera menenangkan rakyat AS bahwa mereka tetap bisa tidur nyenyak. Para penasihat Trump juga mendesak sang presiden untuk mengendalikan diri dan menurunkan tensi dengan tidak mengeluarkan pernyataan yang bisa memanaskan situasi.

Kita berharap Trump dan Kim bisa mengendalikan diri serta mengedepankan akal sehat karena situasi ini bukan saja membuat cemas para tetangga Korut, seperti Jepang dan Korea Selatan, tapi juga dunia internasional.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Agustus 2017, di halaman 6 dengan judul "Berharap Trump-Kim Turunkan Tensi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger