Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 18 Agustus 2017

TAJUK RENCANA: Inilah Indonesia Kita (Kompas)

Ada yang berbeda dari upacara perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia kali ini. Presiden dan Wakil Presiden mengenakan pakaian adat saat upacara.

Bukan hanya Presiden dan Wakil Presiden yang mengenakan pakaian adat, melainkan juga para tamu undangan, peserta upacara. Bukan hanya peserta upacara peringatan Hari Kemerdekaan Ke-72 RI di Istana Merdeka, Jakarta, yang mengenakan pakaian adat dan nuansa adat, melainkan juga peserta upacara di daerah-daerah. Bahkan, setelah upacara bendera di Istana Merdeka, digelar peragaan busana adat kontemporer.

Apa yang kita saksikan kemarin selama upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI adalah sebuah ungkapan keragaman budaya kita. Keragaman adalah ciri kodrati manusia yang dasarnya pengakuan akan keunikan individu; dalam hal ini keunikan suku-suku, adat, dan budaya.

Indonesia laksana pelangi, kaya ragam budaya, baik dari segi kesenian maupun tradisi ritual keagamaan dan adat istiadat; beragam suku dan bahasa. Tepatlah kiranya kalau para Bapak Bangsa dahulu memilih semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai ungkapan keragaman dan kemajemukan Indonesia.

Bhinneka Tunggal Ika, menurut sejarah, adalah semboyan seorang Buddha dari Kerajaan Majapahit, Empu Tantular. Tujuannya waktu itu agar pengikut Hindu-Buddha akur dan hidup harmonis. Kalau kemudian para Bapak Bangsa Indonesia memilih semboyan itu, kiranya tujuannya adalah menegaskan bahwa meskipun kita berbeda-beda dalam suku, agama, budaya, adat istiadat, bahasa, dan sebagainya, kita tetap satu: satu bangsa Indonesia. Bersatu dalam kemajemukan.

Dengan Bhinneka Tunggal Ika itu, Indonesia diharapkan mampu menjadi bangsa yang mau menghormati dan menghargai perbedaan serta menumbuhkan sikap peduli terhadap sesama; sesama warga bangsa. Karena itu, bangsa ini harus berani bertindak tegas terhadap segala macam usaha yang mempertentangkan perbedaan, mempersoalkan keragaman, mempermasalahkan kemajemukan yang merupakan jati diri bangsa dan negara Indonesia.

Yang harus terus dilakukan adalah membuka wawasan, terutama kepada generasi muda, generasi penerus bangsa, agar mampu memaknai kehidupan sosial yang lebih terbuka dan bijaksana memahami segala bentuk keragaman budaya. Hal tersebut sebagai langkah awal membina persatuan dan kesatuan bangsa.

Kalau setiap etnis dan setiap suku dahulu berjuang sendiri-sendiri, kiranya kemerdekaan mungkin tidak akan tercapai. Karena itu, kita wajib bersyukur bahwa para Bapak Bangsa, para pejuang dahulu, menyadari kita satu bangsa. Semangat inilah yang harus terus kita pelihara, jaga, dan pertahankan sampai titik darah penghabisan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Agustus 2017, di halaman 6 dengan judul "Inilah Indonesia Kita".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger