Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 07 Oktober 2017

Hulu Migas dan Ekonomi Nasional (PRI AGUNG RAKHMANTO)

Di saat harga minyak sedang rendah seperti sekarang ini, terasa ada nuansa dan pandangan bahwa posisi dan peran sektor hulu migas terhadap perekonomian Indonesia relatif tidak penting lagi.

Hal ini terutama didasarkan atas relatif kecilnya kontribusi hulu migas terhadap penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dalam beberapa tahun terakhir hanya berkisar 3-5 persen. Nuansa dan pandangan semacam itu dapat dimengerti, tetapi perlu diimbangi dengan melihat peran dan posisi hulu migas terhadap perekonomian nasional secara lebih menyeluruh.

Meskipun kontribusi hulu migas terhadap penerimaan negara secara langsung menurun, sektor ini tetap memiliki posisi dan peran penting terhadap hampir seluruh aspek perekonomian Indonesia. Beberapa hal berikut kiranya penting menjadi perhatian para pengambil kebijakan.

Pertama, sektor hulu migas masih tetap tercatat sebagai salah satu sektor dengan kemampuan (besaran) investasi terbesar di Indonesia. Sejak awal pelaksanaan pembangunan sampai saat ini, investasi hulu migas tercatat memiliki peran penting dalam dunia investasi di Indonesia. Pada 2014, saat total nilai investasi nasional (penanaman modal dalam negeri plus penanaman modal asing) di luar sektor hulu migas kurang lebih Rp 541,28 triliun, nilai investasi hulu migas Rp 275,4 triliun.

Rasio di antara keduanya kurang lebih 2:1. Pada 2015, saat total nilai investasi nasional Rp 574,69 triliun, investasi hulu migas kurang lebih Rp 206,55 triliun, atau perbandingan keduanya mendekati 3:1. Sementara pada 2016, nilai keduanya kurang lebih Rp 607,25 triliun dan Rp 151,2 triliun, yang berarti 4:1 dalam rasionya. Dalam lima tahun terakhir, porsi investasi industri hulu migas rata-rata mencapai 30,50 persen dari total realisasi investasi di Indonesia. Realisasi investasi kumulatif di sektor hulu migas selama lima tahun terakhir tercatat Rp 990,79 triliun..

Kontribusi ke ekonomi

Kedua, industri hulu migas memiliki keterkaitan sektoral yang sangat luas dengan sektor-sektor ekonomi pendukung dan penggunanya. Industri hulu migas terkait dengan 75 sektor pendukung dan 45 sektor penggunanya. Sektor pendukung hulu migas tersebut menguasai sekitar 55,99 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia dan menyerap sekitar 61,53 persen tenaga kerja Indonesia. Sementara sektor penggunanya menguasai sekitar 27,27 persen PDB dan menyerap sekitar 19,34 persen tenaga kerja.

Simulasi ReforMiner Institute menemukan, potensi nilai tambah ekonomi yang tercipta dari investasi di hulu migas cukup besar. Transaksi industri hulu migas dengan sektor pendukungnya senilai Rp 1 triliun akan menciptakan nilai tambah ekonomi sekitar Rp 3,72 triliun. Kegiatan transaksi sebesar itu berkorelasi dengan penyerapan sekitar 13.600 tenaga kerja.

Ketiga, meskipun porsi penerimaannya turun, penerimaan dari sektor hulu migas (pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak/PNBP) tetap memiliki peran penting terhadap penerimaan negara. Data rasio pajak industri hulu migas dalam lima tahun terakhir rata-rata 19,42 persen, masih lebih tinggi dari rata-rata rasio pajak Indonesia pada periode yang sama yaitu 11,23 persen. Ini mengindikasikan sektor hulu migas tetap berkontribusi penting dalam mengangkat (rasio) penerimaan perpajakan nasional secara keseluruhan.

Dalam hal PNBP dibandingkan dengan PNBP sumber daya alam (SDA) lain, sektor hulu migas juga tetap masih berperan penting. Ketika harga minyak tinggi, porsi PNBP hulu migas mencapai sekitar 90 persen dari total PNBP SDA yang lain di APBN. Sementara pada kondisi harga minyak rendah, porsi PNBP hulu migas masih tetap signifikan, yaitu sekitar 68 persen dari total PNBP SDA.

Keempat, tingkat produksi migas di sektor hulu akan turut memengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah. Sebagaimana diketahui, salah satu kebutuhan devisa impor Indonesia yang terbesar adalah untuk impor minyak mentah, BBM, dan LPG. Data yang ada menunjukkan, seiring dengan terus menurunnya produksi minyak, dalam lima tahun terakhir neraca perdagangan migas Indonesia selalu defisit.

Defisit berpotensi terus meningkat karena jika tidak diperhatikan secara sungguh-sungguh, produksi migas nasional akan terus menurun. Dengan asumsi harga minyak 70 dollar AS per barrel, kebutuhan devisa untuk impor minyak mentah dan BBM pada 2025 dapat mencapai 60 miliar dollar AS-95 miliar dollar AS setiap tahun.

Peningkatan kegiatan usaha hulu migas untuk meningkatkan cadangan dan produksi migas adalah hal yang harus dilakukan pemerintah untuk menekan kebutuhan devisa untuk impor minyak mentah, BBM, dan LPG.  Kondisi ini akan memberikan dampak terhadap nilai tukar rupiah yang lebih sehat

Berdasar hal-hal di atas, meski sudah terjadi pergeseran perannya dalam menopang penerimaan APBN, cara penanganan dan pengelolaan sektor hulu migas pada dasarnya masih tetap harus sejalan dengan amanat konstitusi UUD 1945. Peran dan posisi sektor hulu migas tak hanya penting bagi perekonomian nasional, tetapi juga strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak.

Peran sektor hulu migas sebagai jangkar dan lokomotif pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan menarik 75 sektor ekonomi pendukung dan mendorong 45 sektor ekonomi penggunanya jelas tak dapat diabaikan dan ditinggalkan begitu saja. Di tengah pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor lain, sektor ini tetap perlu dapat perhatian khusus dan penanganan yang serius dari pemerintah.

PRI AGUNG RAKHMANTO

Dosen di FTKE Universitas Trisakti; Pendiri ReforMiner Institute

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Oktober 2017, di halaman 7 dengan judul "Hulu Migas dan Ekonomi Nasional".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger