Mungkin kita sudah sering melihat adegan film-film Hollywood: saat seseorang menghadapi bahaya yang mengancam keselamatannya, reaksinya adalah menelepon 911.

Saluran 911adalah nomor telepon khusus untuk panggilan darurat yang digunakan warga Amerika Serikat. Di sana saluran panggilan 911 memiliki banyak fungsi. Salah satu kegunaannya adalah memudahkan akses bagi siapa saja yang sedang membutuhkan pertolongan darurat secara tepat dan cepat.

Saluran 911 menerima bentuk panggilan atau laporan darurat jenis apa pun, seperti kebakaran, perampokan, pembunuhan, bahkan serangan hewan.

Berbeda dengan di Indonesia yang terlalu banyak nomor telepon, seperti nomor polisi, pemadam kebakaran, rumah sakit, dan ambulans, di AS warga cukup menghafal satu nomor saja. Menghafal nomor telepon yang terlalu banyak menyulitkan seseorang dalam kondisi darurat mendapatkan pertolongan pertama sesegera mungkin.

Alangkah baik apabila model satu saluran darurat seperti 911 diterapkan di Indonesia. Warga bisa dengan lekas membuat panggilan darurat yang menyelamatkan jiwa, raga, dan harta benda.

Meski demikian, menerapkan satu saluran darurat juga tidak boleh setengah-setengah. Pemerintah perlu menyiapkan seluruh sumber daya manusia dan infrastruktur yang diperlukan. Dari jasa penerima telepon hingga pembangunan jaringan yang melingkupi institusi terkait secara menyeluruh.

Dhika Agus FaryansyahJl AMD Babakan Pocis, Tangerang Selatan, Banten

 

Calon PNS

Pada 10 Oktober 2017, saya mengantar anak kami yang akan melakukan validasi sebagai syarat awal mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil di Kementerian Perindustrian. Tempatnya di Politeknik APP, Jagakarsa.

Sewaktu divalidasi, semua dokumen yang telah dilegalisasi bermuara pada: anak kami gagal atau tidak diterima. Penyebabnya ternyata program diploma anak kami masuk akreditasi B, sedangkan untuk dapat diterima harus masuk akreditasi A. Ia lulusan dari perguruan tinggi di Pulau Jawa, tepatnya UI, tahun 2010.

Anak kami telah menunjukkan kepada petugas terkait bahwa akreditasi dari prodinya terakhir adalah A. Namun, karena saat ia lulus tahun 2010 akreditasinya masih B, ia gagal diterima mengikuti tahap berikutnya.

Bagi kami, tentu hal ini tidak adil karena ini bukan kesalahannya. Di samping itu, sejak ia tamat tidak pernah menganggur sehingga dapat dianggap telah mempunyai pengalaman. Rupanya institusi pemerintah di negara kita ini umumnya tidak pernah memperhatikan bahkan mengapresiasi pengalaman yang dipunyai kader muda. Jadi, pengalaman kerjanya tidak diperhitungkan dan dianggap "zero".

Kami tidak menyesalkan kegagalan anak kami. Kami prihatin terhadap sistem yang diberlakukan sebagian organisasi kepemerintahan yang ternyata tidak diubah sejak Orde Baru.

Bayangkan, mengurus validasi saja memakan waktu cukup lama dan membosankan. Harus fotokopi, legalisasi, termasuk mesti mondar-mandir. Kenapa tidak disederhanakan karena segala sesuatu sekarang sudah daring? Misalnya, untuk akreditasi, seharusnya panitia tinggal lihat pangkalan data perguruan tinggi terkait. Untuk anak kami, misalnya, cukup buka pangkalan data UI, Depok.

Demikian juga berkas lainnya: tidak perlu fotokopi atau legalisasi, toh gagal juga hasilnya. Sebagian institusi di negara kita, kami lihat, sudah banyak yang meremajakan sistemnya, misalnya Kantor Imigrasi dalam pembuatan paspor.

Satu hal lagi yang kami sesalkan: pada umumnya mayoritas pegawai pemerintah tidak menganggap diri mereka sebagai pelayan masyarakat, tetapi masih menganggap diri sebagai penguasa yang dalam semua tindakannya pasti benar.

Conrad Siahaan, Kompleks Depkes III, Jl Kesehatan 8 Kav 125, Caman Raya Jatibening, Bekasi, Jawa Barat

 

Telepon Rusak Tidak Ditanggapi

Telepon saya bernomor 0251-7545 9xx rusak, dan tidak dapat digunakan lagi. Saya sudah lapor empat kali: bisa menerima, tetapi tidak bisa menelepon.

Saya sama sekali tidak pernah punya tunggakan. Nomor laporan terakhir adalah In-20634790, sampai sekarang telepon kami belum juga diperbaiki. Ke mana saya harus mengadu?

Nomor 147 untuk gangguan telepon "diam saja".