Sedikitnya enam orang tewas dalam kekacauan saat berlangsungnya pemilu ulang, Kamis, hingga sehari sesudahnya. Alasan keamanan disebut oleh komisi pemilihan umum menjadi penyebab sekitar 10 persen tempat pemungutan suara tidak dapat dibuka dan pemungutan suara ditunda, terutama di wilayah kantong suara pendukung oposisi.

Boikot yang diserukan pemimpin oposisi Raila Odinga dituruti oleh para pendukungnya. Tingkat partisipasi pemilih tercatat hanya sekitar 35 persen, jauh di bawah tingkat partisipasi saat pemilu pertama, 8 Agustus lalu, yang diikuti 80 persen dari 19,6 juta pemilih terdaftar.

Dalam pemilu 8 Agustus, presiden petahana Uhuru Kenyatta meraih 54 persen dan Odinga meraih 45 persen suara. Hasil itu diprotes kubu oposisi, dan sejak itu kerusuhan terus terjadi, menyebabkan sekitar 50 orang tewas, sebagian besar karena bentrok dengan pasukan keamanan. Mahkamah Agung kemudian memutuskan pemilu diulang karena adanya penyimpangan.

Kubu oposisi meminta pemilu ditunda hingga ada reformasi menyeluruh pada sistem pemilihan umum. Namun, petisi untuk menunda pemilu tidak bisa dibahas MA karena lima dari tujuh Hakim Agung tidak hadir saat sidang. Ketua MA David Maraga menyebut satu hakim sakit, satu hakim terjebak kerusuhan, dan satu hakim lainnya menolak datang karena pengawalnya ditembak sehari sebelumnya, yang dianggap sebagai ancaman terhadap lembaga peradilan.

Dengan boikot oposisi, hampir dipastikan Kenyatta akan memenangi pemilu. Namun, anjloknya partisipasi pemilih membuat mandat dan legitimasi masa jabatan kedua Kenyatta akan dipertanyakan. Odinga pun pasti mengajukan gugatan hukum, termasuk meminta pemilu kembali diulang.

Apalagi, Kenya memiliki sejarah kelam perseteruan etnis akibat pemilu yang berakhir kacau, satu dekade lalu, yang menyebabkan lebih dari 1.200 orang tewas. Jika tak ada penyelesaian yang diterima semua pihak, krisis ini akan sangat memukul situasi politik dan ekonomi negara itu.

Keberhasilan pemilu Kenya menjadi perhatian kawasan, terutama negara-negara Afrika Timur, yang mengandalkan Kenya sebagai pusat perdagangan dan logistik. Adapun negara-negara Barat berharap pada Kenya untuk membendung penyebaran kelompok militan di Somalia serta mengatasi konflik di Sudan Selatan dan Burundi.