Rasanya janggal menyaksikan kirab menjelang pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dari Istana Merdeka menuju Istana Negara, yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Mengapa?
Sebagai Kepala Negara, Presiden dan Wakil Presiden tidak perlu menjemput dan mengantar pejabat yang akan dilantik, cukup menunggu saja kedatangan mereka di Istana Negara. Biarlah Menteri Dalam Negeri yang memimpin kirab bersama gubernur, wakil, dan rombongannya.
Kecuali jika pelantikan itu diselenggarakan di Istana Merdeka, setelah upacara pelantikan resmi selesai, bolehlah Presiden menemani gubernur dan wakilnya kirab bersama tamu-tamu lainnya menuju Istana Negara tempat perjamuan diselenggarakan.
Lain halnya dengan akad nikah Kahiyang Ayu, putri Presiden, dengan Muhammad Afif Bobby Nasution, yang akan berlangsung 8 November 2017. Jika acara itu di kantor urusan agama atau di masjid, Presiden Joko Widodo sebagai orangtua pasti mengantar mempelai ke sana. Petugas KUA tinggal menunggu untuk mengesahkan. Jika akad dilaksanakan di gedung atau di rumah, orangtua mempelai juga tidak perlu menjemput sang penghulu.
Setelah itu barulah upacara kirab dilaksanakan. Orangtua kedua mempelai beserta rombongan keluarga akan mengantar mempelai ke pelaminan sekaligus tempat kembul bujana andrawina (pesta) dipimpin seorangcucuk lampah yang berjalan paling depan.
Ide kirab di Istana Kepresidenan ini bisa juga diterapkan saat menerima tamu negara. Upacara kenegaraan dilangsungkan di Monas, misalnya, setelah itu dengan kereta kencana Presiden dan tamunya kirab menuju istana.
P Hendranto, Kampung Baru, Pesanggrahan, Jakarta Selatan
Lebarkan Jalan Pondokgede Arah Pinang Ranti
Naik bus transjakarta cukup menyiksa menjelang ke dan keluar Terminal Pinang Ranti, Pondokgede. Ruas jalan yang tak lebih dari 3 km memakan waktu tempuh 30 menit. Pasalnya, ruas akhir dan awal perjalanan bus transjakarta itu hingga kini belum dilebarkan. Dari Halte Tamini Square ke Pinang Ranti atau sebaliknya terjadi penyempitan dari tiga jadi satu lajur mulai pertigaan Jalan SMA Negeri 48. Banyak angkot ngetem di depan Halte Tamini Square maupun Terminal Pinang Ranti.
Tindakan polisi menutup arus dari Jalan Taman Mini Raya masuk Jalan Pondokgede Raya cukup tepat, sebab bisa mengurangi kesemrawutan lalu lintas. Namun, saat transjakarta berjalan dari Halte Tamini Square ke Terminal Pinang Ranti selalu kacau lalu lintas akibat pertigaan Jalan SMA Negeri 48 dan Pondokgede Raya lebih sering diatur "pak ogah". Jarang ada petugas resmi di sana.
Saran saya: Segera lebarkan Jalan Pondokgede Raya setidaknya sampai Asrama Haji. Atur arus kendaraan dari Jalan SMA Negeri 48 untuk tak langsung memotong jalan masuk Pondokgede Raya arah Tamini Square, tetapi diarahkan ke Asrama Haji sebelum putar balik di areal "taman kota". Tindak tegas angkot yangngetem. Anies Baswedan-Sandiaga Uno mesti meninjau kawasan "kacau" ini.
A Ristanto, Sinar Kasih, Jatimakmur, Pondokgede, Bekasi, Jawa Barat
Makan Malam di Jimbaran
Hati-hati makan di Jimbaran, Bali, terutama di Warung "R", karena kami sekeluarga punya pengalaman buruk.
Kami bertujuh makan malam bulan lalu dengan menu yang tak terlalu banyak. Kami kaget membaca tagihan Rp 751.000. Di sana tertulis udang besar (prawn) seharga Rp 300.000/kg dan udang kecil Rp 200.000/kg.. Padahal, saya yakin sekali waktu pesan di daftar menu harga udang besar Rp 200.000/kg dan udang kecil Rp 100.000/kg.
Waktu kami protes tagihan itu, dengan ketus pelayan restoran tersebut menyodorkan selembar daftar menu yang dilaminasi (seperti yang kami lihat saat pesan makanan) dengan harga tersebut di atas.
Kami tidak bisa apa-apa selain membayar dengan kesal. Para pembaca dan wisatawan jika hendak makan di Jimbaran, terutama Warung "R", memfoto daftar menu yang pertama disodorkan dahulu sehingga terhindar dari penipuan semacam ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar