Sangat wajar jika sejumlah elite sipil (nonpolitisi) mempertanyakan keseriusan Polri dan pemerintah mengungkap penyiram air keras yang terjadi 11 April 2017. Artinya, sudah 207 hari kasus penyiraman air keras atas diri Novel itu masih merupakan misteri.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam retorikanya sangat keras berkomitmen untuk terus memperkuat KPK. Namun, dalam upaya mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap Novel, instruksi Presiden Jokowi kepada Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian sepertinya jalan di tempat.
Sesaat setelah kejadian, Presiden Jokowi memberikan reaksi keras. Seperti dikutip harian ini, 12 April 2017, Presiden Jokowi mengatakan, "Jangan sampai orang yang memiliki prinsip teguh seperti itu dilukai dengan cara tidak beradab. Kekerasan seperti ini tak boleh terulang lagi." Pada harian yang sama, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, ada indikasi mereka yang menyiram Novel dengan air keras dibayar oleh koruptor besar (Kompas, 12 April 2017).
Sejumlah aktivis antikorupsi berada di sekitar Istana, seperti Johan Budi SP (juru bicara Presiden dan mantan Komisioner KPK), Teten Masduki (Kepala Staf Kepresidenan dan mantan Koordinator ICW). Mereka seharusnya bisa memberikan masukan kepada Presiden Jokowi tentang apa yang harus dilakukan dalam konteks penguatan KPK dan pengungkapan kasus Novel.
Gagasan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) adalah ma- suk akal ketika Polri belum juga beranjak maju dalam penye- lidikan. Sebagaimana dikatakan Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul, Polri mengaku kesulitan mengumpulkan saksi dan alat bukti berkaitan dengan kasus penyiraman air keras Novel.
KPK memang ibarat anak nakal Orde Reformasi. Dengan segala kelemahan yang dimiliki KPK, semangat KPK memberantas korupsi tidak dikehendaki para elite politik yang merasa tidak nyaman dengan sepak terjang KPK. KPK juga dikritik menjadi alat politik dalam pemberantasan korupsi. Namun, langkah menyerang penyidik KPK dengan menyiram air keras adalah serangan brutal yang tak bisa diterima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar