Apa yang terjadi di Pulau Manus, Papua Niugini, merupakan wajah nyata pengelolaan pengungsi saat ini di berbagai belahan dunia. Para pengungsi menggunakan segala cara dan menyabung nyawa untuk meninggalkan negara asal akibat perang dan persekusi, tetapi negara yang dituju menolak kehadiran mereka. Negara yang dijadikan tempat transit, kewalahan, dan ingin mengusir mereka. Akhirnya selama bertahun-tahun nasib mereka terkatung-katung tanpa kejelasan.
Setelah pengadilan Papua Niugini pada 2016 menyatakan kamp detensi Manus ilegal, para pengungsi dipaksa pindah ke tempat detensi baru di Lorengau Timur, masih di Provinsi Manus. Namun, mereka menolak karena kamp transit itu berada di dekat permukiman penduduk yang menolak kehadiran mereka.
Alhasil para pengungsi bertahan di kamp yang tak memiliki fasilitas apa pun, termasuk penjagaan. Kondisi mereka semakin mengenaskan. Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) mendesak Pemerintah Australia bertanggung jawab atas darurat kemanusiaan ini. Australia juga diminta memantau keamanan pengungsi dan menjaga agar proses pengalihan berjalan aman.
Detensi di Pulau Manus dibangun pada 2001 atas prakarsa Australia untuk menahan "manusia perahu" yang berupaya mencapai Australia. Detensi ini tujuannya membuat migran ilegal jera dan mengurungkan niatnya datang ke Australia. Tahun 2008, PM Australia Kevin Ruud menutup kamp ini, tetapi dibuka kembali oleh PM Julia Gillard tahun 2012. Sejak itu, Australia menetapkan kebijakan tak akan menerima migran "manusia perahu".
Pada 2013, Australia memberi dana kepada Pemerintah Papua Niugini 400 juta dollar Australia untuk mengelola pengungsi di Manus dan memukimkan kembali mereka. Namun, pada 2016 pengadilan PNG menyatakan bahwa kamp detensi Manus ilegal sehingga harus ditutup.
Pemerintah Selandia Baru berkali-kali menawarkan untuk menampung 150 pengungsi dari Manus, tetapi tawaran ini ditolak Australia karena khawatir akan menjadi "daya tarik" bagi manusia perahu untuk terus berdatangan. Sebaliknya, Australia berharap kesepakatan dengan AS yang bersedia menampung 1.250 pengungsi dari Australia bisa diwujudkan. Apa daya, pemerintahan berganti dan Presiden Donald Trump mengabaikan kesepakatan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar