Saat ini merupa- kan momentum yang tepat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah kondisi makroekonomi dan sektor jasa keuangan yang kondusif.

Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi 2017 di kisaran 5-5,1 persen, nilai tukar rupiah yang stabil, inflasi yang rendah, surplus neraca perdagangan sebesar 11,8 miliar dollar AS, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terkendali 2,42 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), dan kecenderungan suku bunga yang terus menurun.

Begitu pula reformasi struktural telah berhasil meningkatkan kepercayaan investor. Selama 2017, kepercayaan itu ditunjukkan oleh arus modal masuk (inflow) yang cukup besar ke pasar modal domestik sehingga imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara mengalami penurunan. Selanjutnya, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam tren yang terus meningkat dan tumbuh 20 persen pada 2017, serta ditutup pada level tertinggi dalam sejarah 6.355,65.

Optimisme sektor jasa keuangan

Sejalan dengan itu, beberapa perkembangan terkini juga menegaskan kinerja ekonomi Indonesia yang positif.  Standard and Poor's telah meningkatkan peringkat utang Indonesia dari BB+ menjadi BBB- sehingga saat ini tiga lembaga pemeringkat terbesar telah memberikan status layak investasi (investment grade). Fitch Ratings bahkan meningkatkan kembali peringkat utang Indonesia satu notch menjadi BBB denganoutlook stabil.

Bank Dunia juga menempatkan Indonesia sebagai salah satu top improvers karena peringkat kemudahan investasi pada 2018 membaik 34 peringkat dalam dua tahun terakhir menjadi posisi ke- 72. Forum Ekonomi Dunia juga menaikkan peringkat daya saing Indonesia 2017-2018 dari peringkat ke-41 ke peringkat ke-36.

Dengan target pertumbuhan ekonomi pada 2018 sebesar 5,4 persen, sektor jasa keuangan diyakini akan mampu mendukung pencapaian target itu. Hal ini didukung solidnya indikator sektor jasa keuangan dari sisi pemodalan dan likuiditas, ataupun tingkat risiko yang terkendali.

Permodalan lembaga jasa keuangan sampai Desember 2017 terpantau kuat. Rasio kecukupan modal (capital adequacy
ratio
/CAR) perbankan mencapai 23,36 persen, kecukupan modal berdasarkan risiko (risk-based capital/RBC) industri asuransi umum dan asuransi jiwa berada di level tinggi, yaitu 310 persen dan 492 persen. Gearing ratio (perbandingan antara utang jangka panjang dan seluruh modal perusahaan) perusahaan pembiayaan tercatat 2,97 kali, jauh di bawah ambang batas (threshold ) sepuluh kali.

Kuatnya permodalan ini didukung tingkat risiko kredit yang terkendali dengan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) kotor 2,59 persen (neto 1,11 persen), dengan tren yang menurun. Rasionon-performing financing (NPF) perusahaan pembiayaan juga mengalami penurunan menjadi 2,96 persen. Sementara likuiditas di sektor jasa keuangan masih sangat memadai mencapai Rp 626 triliun.

 Selanjutnya, intermediasi lembaga jasa keuangan juga masih tumbuh positif. Kredit perbankan sampai Desember 2017 tumbuh 8,35 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya (year on year/YOY) dengan dana pihak ketiga (DPK) perbankan tumbuh 9,35 persen YOY. Selain itu, piutang pembiayaan dari perusahaan pembiayaan tumbuh 7,05 persen YOY, serta pendapatan premi industri asuransi jiwa dan perusahaan asuransi umum masing-masing tumbuh 35,10 persen dan 6,52 persen.

Sepanjang 2017, penghimpunan dana dari pasar modal tercatat Rp 264 triliun, yaitu Rp 254 triliun melalui penawaran umum dan Rp 10 triliun dari produk pengelolaan investasi. Selain itu, terdapat penambahan 46 emiten baru, meningkat dibanding 2016 (20 emiten).

Berdasarkan capaian di atas dan dengan target pertumbuhan ekonomi 5,4 persen yang ditetapkan pemerintah di tahun 2018, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis terhadap peran yang lebih tinggi dari industri jasa keuangan dalam pembiayaan pembangunan. Optimisme untuk memacu pertumbuhan turut diperlihatkan pula oleh pelaku industri jasa keuangan, tecermin dalam rencana bisnis bank (RBB) tahun 2018, yang menargetkan ekspansi kredit dan DPK masing-masing 12,23 persen dan 11,16 persen.

Kebijakan strategis

OJK akan tetap melaksanakan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan sembari tetap berkomitmen memacu pertumbuhan. Untuk ini, beberapa aspek telah menjadi fokus OJK, yaitu mendukung pembiayaan untuk proyek-proyek infrastruktur dan sektor prioritas lainnya, percepatan program industrialisasi, peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan literasi dan akses pembiayaan masyarakat, serta optimalisasi potensi ekonomi syariah.

Sejumlah kebijakan strategis disiapkan, seperti mendukung pembiayaan infrastruktur dan sektor prioritas sekaligus memperdalam pasar keuangan seperti mendorong perluasan dan pemanfaatan instrumen pembiayaan yang lebih bervariasi, antara lain perpetual bonds,green bonds, dan obligasi daerah, termasuk penerbitan ketentuan pengelolaan dana Tapera lewat skema Kontrak Investasi Kolektif.

OJK akan mempermudah proses penawaran umum Efek bersifat utang dan sukuk bagi pemodal profesional, meningkatkan akses investor domestik, serta keterlibatan pelaku ekonomi khususnya lembaga jasa keuangan di daerah melalui penerbitan kebijakan pendirian Perusahaan Efek Daerah, meningkatkan proses penanganan perizinan dan penyelesaian transaksi yang lebih cepat menggunakan teknologi serta menghilangkan kewajiban pembentukan margin 10 persen untuk transaksi lindung nilai (hedging) nilai tukar.

Sementara untuk mendorong peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat, OJK akan mengembangkan KUR Klaster, yakni penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) yang diiringi dengan pendampingan dan pemasaran produk yang dilakukan oleh perusahaan inti, yaitu perusahaan BUMN, BUMDes/BUMADes, ataupun swasta.

OJK juga akan memperluas pembentukan Bank Wakaf Mikro di  sejumlah  daerah menggunakan model Lembaga Keuangan Mikro Syariah,  dan menyinergikan dengan program pemerintah, seperti Kredit Ultra Mikro (UMi), Program Membina Keluarga Sejahtera (MEKAAR), dan Bansos Non-Tunai melalui lembaga jasa keuangan.

Menyikapi cepatnya perkembangan teknologi, OJK mendukung inovasi produk teknologi di sektor jasa keuangan (fintech) yang memenuhi syarat tata kelola yang baik dan aspek perlindungan konsumen, serta akan mengeluarkan kebijakan pedoman prinsip bagi Penyelenggara Layanan Keuangan Digital yang mencakup mekanisme pendaftaran, perizinan, serta penerapan regulatory sandbox dan kebijakan tentang crowdfunding.

Di tengah upaya untuk terus memacu pertumbuhan ini, OJK terus memperkuat tugas pengawasan dan pengaturan di sektor jasa keuangan secara efektif dengan mengoptimalkan peran teknologi dalam proses pengawasan dan perizinan. Dengan berbagai perkembangan ekonomi dan sektor jasa keuangan yang positif, OJK memandang bahwa inilah momentum yang tepat bagi seluruh pelaku di industri jasa keuangan untuk membangun optimisme bersama dan bersikap proaktif dalam memacu pertumbuhan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.