Menjadi tuan rumah Asian Games 2018 adalah kesempatan emas mempromosikan Indonesia dan mengabarkan kepada negara lain apa saja kemajuan yang kita capai.

Deretan umbul-umbul cetakan digital Asian Games 2018 dengan logo sponsor mewarnai taman pembatas jalur trans Jakarta di Jalan Jenderal Sudirman, Kamis (25/1). Selain penjualan hak siar, tiket masuk venue, dan merchandise, keikutsertaan sponsor menjadi salah satu sumber dana penting untuk kesuksesan Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang.
WAWAN H PRABOWO

Deretan umbul-umbul cetakan digital Asian Games 2018 dengan logo sponsor mewarnai taman pembatas jalur trans Jakarta di Jalan Jenderal Sudirman, Kamis (25/1). Selain penjualan hak siar, tiket masuk venue, dan merchandise, keikutsertaan sponsor menjadi salah satu sumber dana penting untuk kesuksesan Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang.

Kesempatan itu menyiratkan adanya tanggung jawab terhadap sukses pelaksanaan dan sukses prestasi Asian Games 2018. Kedua sukses ini rasanya sulit dicapai mengingat dana yang disiapkan pemerintah untuk itu dianggap kurang memadai.

Dari anggaran prestasi yang dikehendaki cabang olahraga sebesar Rp 1,2 triliun, pemerintah hanya menyediakan Rp 735 miliar. Itu pun tidak semua diperuntukkan bagi pembinaan prestasi atlet. Namun, apakah sukses prestasi dan sukses penyelenggaraan semata bergantung pada kecukupan dana? Atau, adakah hal lain yang bisa dipakai untuk mendorong keduanya?

Sebagai gambaran, Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan, menelan biaya sekitar Rp 21,7 triliun. Sebanyak 19 persen berasal dari Pemerintah Korsel, hampir 80 persen dikucurkan oleh Pemerintah Kota Incheon, pemerintah kota lain 0,1 persen, dan sponsor dari pihak swasta hanya 2 persen.

Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang, Sumatera Selatan, awalnya dianggarkan Rp 7 triliun. Akan tetapi, dengan bertambahnya jumlah cabang yang dipertandingkan, biayanya membengkak menjadi Rp 8 triliun. Untuk biaya penyelenggaraan, rasanya tidak menjadi masalah besar karena Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc) sudah mendapat dana dari sponsor lebih besar dari Asian Games 2014.

Bukan sekali ini muncul kekhawatiran terhadap sukses prestasi pesta olahraga internasional yang diadakan di Tanah Air. Pada penyelenggaraan SEA Games 2011 juga terjadi silang sengkarut masalah pembiayaan. Bahkan, hampir semua pihak ragu Indonesia bisa mengukir prestasi menduduki peringkat pertama klasemen perolehan medali emas.

Belajar dari pengalaman SEA Games 2011, upacara pembukaan menjadi penentu apakah atlet akan berjuang sepenuh hati. Pesta pembukaan amat menentukan penampilan atlet saat bertanding walau persiapan mereka tak sebagus atlet negara lain.

Memang, kita tidak bisa membandingkan penampilan atlet di SEA Games dengan Asian Games. Selain harus menghadapi lawan yang jauh lebih berat, di Asian Games banyak atlet berasal dari negara yang masih asing bagi atlet Indonesia. Ketidaktahuan itu menjadi beban tersendiri bagi atlet kita.

Selain upacara pembukaan, antusiasme penonton yang hadir ke lapangan menyaksikan pertandingan juga ikut membantu meningkatkan penampilan atlet. Semua atlet akan berusaha memberikan yang terbaik apabila mereka ditemani penonton yang antusias.

Kurangnya dukungan dana tidak berarti akhir dari munculnya prestasi yang memadai, asalkan para atlet punya keinginan kuat untuk mempersembahkan yang terbaik. Yang harus dijaga adalah kepercayaan diri atlet untuk tampil maksimal tanpa perasaan kalah sebelum bertanding. Di sinilah kebersamaan seluruh pemangku kepentingan olahraga, seperti pelatih, atlet, dan Inasgoc, diuji. Hanya dengan kebersamaan, sukses prestasi dapat diraih di tengah dana yang minim ini

Kompas, 27 Januari 2018