AGUS SUSANTO

Cetakan beton sementara (bekisting) proyek Tol Bekasi-Cawang Kampung Melayu (becakayu) ambruk di Jalan DI Panjaitan, Jakarta Timur, Selasa (20/2). Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengintruksikan seluruh pekerjaan infrastruktur dengan konstruksi elevated atau melayang, yang membutuhkan pekerjaan berat, untuk dihentikan sementara.

Kita prihatin, musibah konstruksi masih terus terjadi dalam proyek infrastruktur. Terakhir insiden di proyek tol layang Bekasi-Cawang- Kampung Melayu, Selasa (20/2).

Kejadian di proyek tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) itu membuat kita bertanya-tanya, apa sebab musibah konstruksi terus terjadi. Sebelumnya kita mengikuti terjadinya kecelakaan konstruksi proyek kereta cepat ringan (LRT), seperti di kawasan Kayu Putih, Rawamangun, pekan terakhir Januari lalu. Kecelakaan yang melibatkan LRT juga terjadi pada Oktober 2017 di Jalan Kelapa Nias, Kelapa Gading, Jakarta. Ada juga insiden proyek LRT di Palembang awal Agustus 2017.

Sebelum insiden terakhir, juga terjadi musibah jatuhnya derek di proyek jalur dwiganda di Matraman, Jakarta, Minggu (4/2). Sehari setelah itu, dinding lintasan kereta api Bandara Soekarno-Hatta longsor, tidak lama setelah proyek diresmikan.

Seperti setelah terjadi musibah sebelumnya, muncul komentar dan langkah untuk mengevaluasi. Kali ini pun, menyusul insiden tol Becakayu yang melukai tujuh orang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat langsung menerjunkan Komite Keselamatan Konstruksi (KKK) untuk menyelidiki penyebab peristiwa itu. Langkah yang diambil pemerintah ini sudah benar. Misalnya, dengan memperbaiki kebijakan, yaitu dengan melihat sisi prakonstruksi mengingat peristiwa terjadi di tahap konstruksi dan pascakonstruksi. Baik pula pembentukan KKK.

Bahwa setelah itu semua masih terjadi kecelakaan, wajar jika kita perlu introspeksi lebih dalam lagi. Tugas KKK tentu banyak dan berat mengingat di era pemerintahan Presiden Joko Widodo ini, infrastruktur dipacu. Kita paham bahwa infrastruktur terkait erat dengan kerja konstruksi.

Kita berharap KKK bisa bekerja dengan mengkaji proyek dari awal hingga akhir pelaksanaan. Pengawasan tentu tidak kalah penting. Dari ahli kita membaca bahwa pengawasan meliputi lima hal, yakni pengawasan bahan, sumber daya manusia, prosedur standar operasi, alat yang digunakan, dan lingkungan.

Selain volume pekerjaan bertambah sebab infrastruktur menjadi prioritas pemerintah, fakta pula bahwa konstruksi modern semakin canggih. Bukan hanya wujud akhir proyeknya, melainkan juga alat dan metode yang dipakai. Tentu hal ini menuntut manajemen perusahaan kontraktor yang makin mumpuni, pekerja yang semakin terlatih, dan pengawasan yang lebih cermat.

Perusahaan yang dinilai sering mengalami kecelakaan dalam pelaksanaan proyeknya juga perlu mengevaluasi direksinya. Ini juga langkah yang tepat karena proyek hanya bisa dikerjakan dengan mulus jika ditangani oleh manajemen yang canggih.

Mumpung ada kesempatan untuk mengevaluasi, kita berharap pemerintah bisa berkoordinasi dengan perusahaan konstruksi untuk merumuskan prosedur lebih aman dalam pengerjaan proyek konstruksi. Sanksi perlu dipertimbangkan terhadap perusahaan konstruksi jika setelah ada ketentuan yang lebih ketat masih terdapat keteledoran atau ketidakprofesionalan.