Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 17 Maret 2018

Jakarta Kota Cagar Budaya//Kemacetan di Pintu Keluar Tol Bitung (Surat Pembaca Kompas)


Jakarta Kota Cagar Budaya

Lebih dari enam dasawarsa yang lalu, saat mulai menghuni Jakarta, saya melintas di depan Hotel Des Indes, hotel paling top di Jakarta saat itu. Bangunan peninggalan pemerintahan kolonial Belanda ini, setelah RI menjadi negara merdeka, berganti nama menjadi Hotel Duta Merlin. Pada dekade 1970-an, hotel bersejarah ini dirombak, dijadikan kompleks pertokoan dan perkantoran Duta Merlin.

Tidak jauh dari lokasi itu, saya melintas di kawasan Lapangan Banteng menikmati indahnya Gedung Kementerian Keuangan, yang 200 tahun silam dibangun sebagai istana Gubernur Jenderal Herman Wilhelm Daendels (1808–1811). Pada era gubernur ini dibangun Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan.

Lima bangunan yang menjadi cagar budaya ikon Jakarta adalah Istana Merdeka, Katedral, Istiqlal, Bank Indonesia, dan Monumen Nasional. Patut kita beri penghargaan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang merawat dan melindungi puluhan cagar budaya di DKI.

Cagar budaya adalah benda, struktur, situs, dan kawasan yang merupakan aset bangsa yang tidak ternilai harganya. Benda-benda tak bergerak ini menjadi informasi sejarah serta sarana dalam memperkukuh harkat dan jati diri bangsa.

Terkait dengan masalah kebangsaan pada masa itu, saya melintas di Jalan Pejambon memandang ke Gedung Kementerian Luar Negeri ke Gedung Pancasila. Di gedung ini pada 1 Juni 1945, dua bulan sebelum Indonesia menjadi sebuah negara merdeka, Soekarno menyampaikan pidato kelahiran Pancasila.

Sehari setelah RI menjadi negara merdeka, pada 18 Agustus 1945, di Gedung Pancasila ini Konstitusi Nasional disahkan seiring pengangkatan Soekarno-Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama RI.

Saya sangat senang membaca kegiatan Depok Heritage Community (DHC) yang dimuat di Kompas edisi 28 Desember 2017. Sebuah bangunan rumah mendiang Adriana Johana Bake (1743-1787), istri kedua Gubernur VOC Petrus Albertus van der Parra, dan sejak 1964 menjadi aset RRI. Mereka (DHC) turut berjuang agar tak dibongkar.

Arifin Pasaribu
Kompleks PT HII, Kelapa Gading Timur,
Jakarta Utara

Kemacetan di Pintu Keluar Tol Bitung

Sudah bertahun-tahun kemacetan terjadi di pintu keluar Tol Bitung-Curug, tetapi sampai saat ini tidak ada tanda-tanda penanganan yang memuaskan, baik dari pengelola jalan tol maupun dari Pemerintah Kabupaten Tangerang, Banten.

Secara kasatmata terlihat bahwa penyebab kemacetan tersebut sebagai berikut.

Pertama, jalan keluar setelah pembayaran tol berlubang sangat dalam dan terjadi pada banyak tempat.

Kedua, di bawah jembatan tersua banyak tempat kegiatan: toilet untuk buang air kecil, lapak dagang, pemangkal ojek, dan lain-lain. Seharusnya di bawah jembatan itu tak boleh ada tempat kegiatan.

Di bawah jembatan itu pernah ditertibkan, tetapi penertiban hanya semacam proyek: beberapa hari setelah ditertibkan, di sana tumbuh semrawutan hal-hal sebelumnya. Tentu kemacetan lagilah dampaknya.

Ketiga, tata guna jalan yang tidak baik: kendaraan boleh berhenti dan berputar balik arah di mana saja.

Sebetulnya masalah ini berukuran sangat kecil bagi pengelola jalan tol, Pemerintah Kabupaten Tangerang, Pemerintah Provinsi Banten, ataupun Kementerian Perhubungan apabila setiap instansi mau bersinergi.

Kemacetan bertahun-tahun di pintu keluar Tol Bitung tersebut memperlihatkan ketidakmauan instansi-instansi yang disebut di atas bersinergi sekaligus menunjukkan bahwa bagi setiap instansi itu menyamankan warga negara belum merupakan prioritas.

Yustus Sulardjo

Karawaci, Tangerang, Banten

Kompas, 16 Maret 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger