Pekan lalu, Trump menyatakan, pemerintahannya akan menerapkan tarif impor baja sebesar 25 persen dan tarif aluminium sebesar 10 persen. Hal ini dilakukan, menurut dia, untuk menyelamatkan industri baja di negara itu. Pada Minggu silam, Gedung Putih memberikan penjelasan lebih lanjut bahwa kebijakan tarif atas impor baja serta aluminium dijadwalkan mulai berlaku dua minggu lagi.
Sebelumnya, pada Januari, pemerintahan Trump juga menerapkan tarif impor. Saat itu, tarif dikenakan atas impor mesin cuci serta sel surya. Korea Selatan sangat merasakan dampak penerapan tarif impor mesin cuci. Adapun kebijakan tarif atas impor sel surya ditujukan kepada China, negara produsen sel surya terbesar di dunia.
Kanada dan negara-negara di Eropa mengkritik langkah Trump yang hendak menerapkan tarif atas impor baja serta aluminium. PM Inggris Theresa May mengaku telah berbicara dengan Trump untuk mendiskusikan masalah itu. Ia menyatakan sangat prihatin atas ancaman Trump yang siap meladeni perang dagang jika Uni Eropa meluncurkan balasan atas kebijakan AS.
Selain mengundang kritik, rencana Trump untuk menerapkan tarif impor baja dan aluminium memang memunculkan kemungkinan "aksi balasan" dari mitra dagang AS di Eropa. Bukan tidak mungkin, negara-negara di benua tersebut menerapkan tarif atas impor produk AS, seperti sepeda motor Harley Davidson. Ancaman tindakan balasan dari Eropa tidak membuat Trump surut. Ia malah memberikan sinyal bahwa AS siap melakukan perang dagang dan memenanginya.
Kritik atas rencana penerapan tarif impor baja serta aluminium tidak hanya datang dari luar negeri. Cukup banyak kalangan di Partai Republik yang juga tidak menyetujui rencana kebijakan itu. Sejumlah pemimpin industri di AS ikut menyuarakan ketidaksetujuan. Alasan mereka, tarif impor baja justru membuat produk AS yang menggunakan baja serta aluminium mengalami kenaikan harga. Ujung-ujungnya, kalangan rakyat menengah ke bawah di negara itu akan dirugikan dengan penerapan tarif impor.
Pendukung kebijakan tarif impor dilaporkan justru berdatangan dari kubu Demokrat yang menentang globalisasi. Organisasi buruh juga mendukung rencana kebijakan tarif impor.
Langkah Trump yang menerapkan kebijakan proteksionis sebenarnya tak mengejutkan. Sejak masa kampanye pemilihan presiden AS 2016, ia menegaskan posisinya yang populis. Saat menjabat sebagai presiden, kebijakannya menolak perdagangan bebas dan mundur dari kerja sama multilateral mulai diterapkan.
Kini, jika aksi saling balas kebijakan tarif impor benar-benar terjadi, kondisi tak menentu baru akan muncul. Negara-negara, termasuk Indonesia, harus segera merumuskan langkah-langkah antisipasi agar kondisi baru ini tak memukul pertumbuhan dan menyebabkan kesejahteraan masyarakat menurun
Kompas, 6 Maret 201x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar