Kekalahan berturut-turut Komisi Pemilihan Umum dalam sengketa Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 haruslah menjadi cambuk bagi KPU dan KPUD untuk berbenah.
Terakhir, keputusan KPU Pusat dianulir Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) soal kepesertaan Partai Bulan Bintang (PBB) sebagai peserta Pemilu 2019. Bawaslu memerintahkan KPU menetapkan PBB sebagai peserta Pemilu 2019. Gugatan soal kepesertaan Pemilu 2019 juga sedang diajukan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Putusan Bawaslu sedang ditunggu.
Di KPU Sumatera Utara, keputusan KPU Sumut soal calon gubernur Sumut JR Saragih dan wakilnya, Ance, juga dikoreksi Bawaslu Sumut. Sebelumnya, KPU Sumut menggugurkan Saragih dan Ance sebagai calon gubernur Sumatera Utara soal legalisasi ijazah.
Kita bersyukur keberatan terhadap putusan KPU masih bisa dipersoalkan lewat instrumen demokrasi yang disediakan melalui jalur Bawaslu. Itulah model prinsip checks and balances antara KPU dan Bawaslu. Konflik bisa diselesaikan melalui jalur konstitusional. Itulah sistem demokrasi. Kecurigaan bahwa KPU bermain dan tidak independen ternyata bisa diuji. Putusan KPU bisa dikoreksi.
Kita berharap, di masa mendatang, KPU dan Bawaslu lebih hati-hati dan profesional dalam melaksanakan semua tahapan pemilu. KPU juga harus belajar dari koreksi beruntun terhadap putusannya oleh Bawaslu. Semakin banyak putusan KPU yang dikoreksi dan kalah dalam sengketa pemilu, bisa menciptakan citra publik terhadap KPU yang berbeda dengan yang seharusnya. Publik bisa berpandangan cara kerja KPU tidak profesional. Harus ada audit secara menyeluruh terhadap perangkat KPU dan Bawaslu di daerah agar tetap fitmenjalankan semua tahapan pemilu.
Kita menduga permasalahan ada di KPU dan Bawaslu daerah dari sisi profesional ataupun dari sisi integritas. Kejadian di KPU Garut dan Bawaslu Garut haruslah menjadi pelajaran berharga bahwa integritas KPU dan Bawaslu daerah bermasalah.
Uang bisa membeli segalanya! Jika uang bisa memengaruhi putusan, tidak tertutup kemungkinan kekuatan politik pun bisa memengaruhi putusan KPU. Jika itu terjadi, independensi KPU sebagai penyelenggara pemilu bisa diragukan publik. Itu yang tidak kita inginkan.
Menghadapi situasi itu, kita berharap seleksi terhadap anggota KPU dan Bawaslu daerah yang habis masa jabatannya harus betul-betul bisa menjaring orang-orang yang berintegritas dan memahami soal seluk-beluk hukum pemilu, bukan semata-mata para pencari kerja yang punya afiliasi politik dengan partai politik tertentu atau malah titipan dari partai politik.
Meskipun kerja itu tidak mudah, kita berharap KPU dan Bawaslu bisa mencari dan menyusun mekanisme untuk seleksi terbuka demi hadirnya anggota KPU daerah dan Bawaslu daerah yang berintegritas serta sanggup menandatangani pakta integritas soal independensi tersebut. Introspeksi menyeluruh KPU diperlukan agar legitimasi KPU tetap terjaga
Kompas, 6 Maret 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar