Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang diwakili Ketua Umum PBNU Kiai Said Aqil Siradj (dua dari kiri) dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang di wakili Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir (dua dari kanan) mengangkat tangan bersama usai mengeluarkan pernyataan bersamanya di kantor PBNU, Jakarta, Jumat (23/3).Pernyataan bersama ini berisi antara lain, saling tolong menolong melalui sedekah dan derma serta menegakkan kebaikan. Muhammadiyah dan NU terus mengupayakan rekonsiliasi dan perdamaian kemanusiaan. Pertemuan ini dihadiri seluruh pengurus inti dan harian PP Muhammadiyah dan PB Nahdlatul Ulama.
KOMPAS/ALIF ICHWAN

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang diwakili Ketua Umum PBNU Kiai Said Aqil Siradj (dua dari kiri) dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang di wakili Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir (dua dari kanan) mengangkat tangan bersama usai mengeluarkan pernyataan bersamanya di kantor PBNU, Jakarta, Jumat (23/3).Pernyataan bersama ini berisi antara lain, saling tolong menolong melalui sedekah dan derma serta menegakkan kebaikan. Muhammadiyah dan NU terus mengupayakan rekonsiliasi dan perdamaian kemanusiaan. Pertemuan ini dihadiri seluruh pengurus inti dan harian PP Muhammadiyah dan PB Nahdlatul Ulama.

Sangat tepat harapan yang disuarakan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah agar semua pihak menjaga suasana tenang di tahun politik 2018 dan 2019.

Pimpinan dua organisasi massa Islam Indonesia bertemu di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jumat 23 Maret 2018. Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhamadiyah Haedar Nashir yang memimpin rombongan dilaporkan mendiskusikan masalah bangsa dengan "gayeng". Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti ikut hadir pula.

Kita mendukung imbauan moral NU dan Muhammadiyah itu. Suasana teduh dan tenang merupakan prasyarat agar bangsa ini bisa melalui tahapan penting dan kritis dalam demokrasi, yakni pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 27 Juni 2018 serta Pemilu Presiden dan Pemilu DPR/DPD/DPRD pada 17 April 2019. Gelagat bakal menghangatnya suhu politik mulai terasa, paling tidak seperti terlihat dari perang opini antarelite bangsa yang kadang keluar batas.

Salah satu esensi dari demokrasi adalah perbedaan pendapat atau kritik. Sangatlah wajar jika saling kritik terjadi antarelite, antara pemerintah dan oposisi, dan antarpartai politik. Setiap kritik harus didengar, dijawab dengan data untuk lebih meyakinkan. Setiap kritik tidak perlu ditanggapi secara berlebihan, apalagi dengan cara-cara mengancam. Situasi itu bisa meningkatkan eskalasi politik di akar rumput.

Di era demokrasi digital, seperti sekarang ini, jejak digital akan dengan sangat mudah ditemukan. Jejak digital itu akan dengan mudah diviralkan juga oleh kawan atau lawan politik. Itu semua bisa berdampak dengan kian terbukanya rekam jejak seseorang dan kebijakan yang pernah diambil seseorang. Konsistensi dan inkonsistensi pendapat elite dengan mudah ditelusuri dan dinilai oleh publik. Bijak dalam berkata-kata bisa menjadi pedoman elite berkomunikasi di era sekarang ini.

Kita garis bawahi pernyataan NU dan Muhammadiyah. Kontestasi demokrasi jangan sampai merusak persaudaraan sesama anak bangsa. Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 haruslah tetap dijaga dalam koridor keindonesiaan demi mendorong kemajuan, kesejahteraan, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Demokrasi bukanlah hanya untuk demokrasi. Demokrasi harus bisa merawat jalinan kebangsaan, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan menghadirkan keadilan sosial.

Menjaga suasana tenang adalah tugas kita bersama. Bangsa ini sedang membutuhkan konsentrasi untuk mengantisipasi perkembangan global yang tidak kalah rumitnya. Perang dagang China-Amerika Serikat adalah salah satu masalah ekonomi global yang menuntut konsentrasi pemerintah untuk mengantisipasi dampaknya untuk Indonesia.