Pertemuan delegasi Korea Selatan dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un memberikan hasil positif. Kedua pihak menyepakati pertemuan antar-pemimpin.
Rencana penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Korsel-Korut pada bulan depan sesungguhnya tak terlalu istimewa. Pertemuan puncak antar-pemimpin kedua negara pernah diselenggarakan pada 2000 dan 2007. Saat itu, Presiden Korsel dijabat Kim Dae-jung dan Roh Moo-hyun, sedangkan Kim Jong Il menjadi Pemimpin Korut.
Namun, dua KTT Korsel-Korut tersebut terbukti tidak membuat kondisi Semenanjung Korea menjadi lebih baik. Ketegangan tetap terjadi. Bahkan, sepanjang 2017, ketegangan menjadi-jadi karena beberapa kali Korut menggelar uji coba nuklir serta rudal balistik.
Senjata nuklir Korut itu ditujukan kepada AS. Pyongyang beralasan, pengembangan senjata nuklir merupakan respons mereka terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh militer AS.
Kesepakatan untuk menyelenggarakan KTT Korsel-Korut di kawasan perbatasan kedua negara pada April disambut dengan hati-hati. Mengingat KTT Korsel-Korut bukan hal baru dalam riwayat ketegangan di Semenanjung Korea, Wakil Presiden AS Mike Pence menyatakan, negaranya tetap menerapkan "tekanan maksimum" atas Pyongyang. Menurut dia, seluruh opsi penyelesaian krisis siap diimplementasikan hingga Korut memperlihatkan langkah maju bagi upaya penghapusan senjata nuklir. Ungkapan "seluruh opsi" dapat dilihat sebagai sikap Washington yang tetap menempatkan aksi militer sebagai salah satu bentuk pilihan penyelesaian di Semenanjung Korea.
Senada dengan Washington yang tidak memperlunak sikap atas Korut, Seoul juga memperlihatkan ketiadaan perubahan kebijakan terhadap negara tetangganya itu. Presiden Korsel Moon Jae-in menyampaikan, negaranya tidak akan mengendurkan sanksi hanya karena ada pertemuan Korsel-Korut.
Namun, kesediaan Korut untuk bertemu dengan Korsel tetap merupakan hal yang positif. Sinyal kesediaan Jong Un untuk menegosiasikan persenjataan nuklir juga perlu mendapat apresiasi. Dugaan bahwa langkah Korut ini bisa jadi hanya bertujuan mengulur waktu agar mereka memiliki waktu lebih panjang bagi pengembangan senjata tidak boleh sampai membuat peluang pembicaraan damai pupus. Pentingnya untuk memanfaatkan kesempatan setelah pertemuan di Pyongyang disampaikan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres. Menurut dia, momentum yang muncul harus dijaga dan peluang dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menemukan jalan perdamaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar