Tunjangan sertifikasi guru yang besarnya satu kali gaji, dan dibayar secara periodik, mendorong lulusan SMA/SMK berminat menjadi guru.

Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan (FKIP) di 28 perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi fakultas favorit calon mahasiswa, seperti halnya fakultas teknik dan kedokteran. Banyak calon mahasiswa yang sudah mendaftar tidak tertampung karena kapasitas kursi yang sangat terbatas.

Banyaknya calon mahasiswa yang tidak tertampung menjadi peluang tersendiri bagi bisnis pendidikan. Ditambah lagi dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 yang mewajibkan guru berpendidikan sarjana.

Lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan (LPTK) swasta tumbuh subur di beberapa daerah. Jika di tahun 2004 hanya terdapat 90 LPTK, termasuk 12 universitas eks IKIP serta 28 FKIP di PTN, pada tahun 2012 tercatat ada 374 LPTK. Jumlah ini bertambah lagi menjadi 421 LPTK pada tahun 2016.

Bertambahnya lembaga pendidikan tentu disambut dengan senang hati karena bisa mencerdaskan anak-anak bangsa. Namun, pemberian izin yang kurang selektif, tidak memperhatikan sarana dan prasarana pendidikan serta kualitas dosen, bisa menjadi bumerang bagi dunia pendidikan.

Terbukti dari LPTK sebanyak itu, hanya 18 LPTK yang terakreditasi A dan 81 terakreditasi B. Dari total 5.716 program studi di LPTK, hanya 209 yang terakreditasi A dan 811 program studi yang terakreditasi B.

Mudahnya pemberian izin pendirian LPTK juga menyebabkan jumlah mahasiswa jauh melampaui kebutuhan. Saat ini, misalnya, ada sekitar 1,2 juta mahasiswa LPTK serta lebih dari 254.000 sarjana pendidikan yang menunggu peluang. Padahal, kebutuhan guru untuk semua jenjang pendidikan, sampai 2024, diperkirakan hanya sekitar 126.000 guru.

Melihat kondisi ini, sudah saatnya LPTK dibenahi. Langkah pertama, ada baiknya jika dilakukan moratorium pemberian izin baru LPTK. Moratorium ini disertai evaluasi terhadap LPTK yang ada, baik dari sisi sarana dan prasarana maupun tenaga pengajarnya. Jika tidak memenuhi standar yang ditetapkan, pemerintah tidak perlu ragu untuk menutupnya.

Selain evaluasi kelembagaan, perlu juga dilakukan evaluasi terhadap program studi yang ada. Pemerintah harus bisa memetakan kebutuhan guru berdasarkan program studi untuk 10 atau 20, bahkan 30 tahun mendatang. Program studi yang sudah kelebihan lulusan tidak ada salahnya ditutup. Ini dimaksudkan agar tidak terlalu banyak sarjana pendidikan yang menganggur. Sebaliknya, program studi yang masih kurang, seperti untuk sekolah menengah kejuruan, dibuka lebar-lebar.