Pemberlakuan Ganjil Genap
Berdasarkan berita-berita di media, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan berencana memberlakukan pelat nomor ganjil-genap melalui Jalan tol Jakarta-Tangerang. Pengaturan ini agar dibatalkan karena seharusnya ada analisis lebih dulu, apa penyebab penumpukan kendaraan di jalan tol itu. Pengaturan ganjil genap merupakan pilihan terakhir setelah berbagai rekayasa diuji coba.
Penumpukan volume kendaraan dari arah Tangerang ke Tomang antara lain disebabkan oleh truk-truk yang tidak disiplin. Mereka acap menggunakan lajur dua dan lajur tiga, tetapi berjalan lambat dan sering berhenti di bahu jalan. Penyebab lain adalah gerbang tol di bahu jalan pada Kilometer 10.600 dan lampu lalu lintas di persimpangan Tomang dari arah tol yang tidak proporsional.
Kadang kala keluar dari jalan tol yang sudah dibangun oleh negara dengan beberapa lajur itu dipersempit dengan dipasangnya barier oleh petugas. Akibatnya, baru dilewati 5-7 baris kendaraan lampu sudah merah.
Pengaturan di simpang Tomang sangat tidak masuk akal karena kedatangan kendaraan dari arah tol cepat sekali. Apabila dihadang lampu merah dengan durasi lama, antrean akan mengular sangat panjang.
Setio Sapto Nugroho
Pinang, Tangerang
Fiksi dan Prediksi
Berkhayal itu perlu dan penting karena ia dapat memberi kita semacam energi baru terbarukan. Namun, mengatakan Indonesia bubar pada 2030 dengan berbasis novel sungguh tidak pas. Meski dibumbui dengan berbagai indikator faktual, fiksi tetaplah fiksi.
Hal itu menjadi menjengkelkan manakala disebut telah melalui kajian akademis, padahal bersumber dari novel techno-thriller, Ghost Fleet, karya PW Singer dan August Cole. Oleh penulisnya, novel itu dinyatakan fiksi, bukan prediksi.
Sang penulis sebatas mengkhayalkan bahwa Indonesia pada 2030 akan bubar dengan latar perang Amerika Serikat dengan China. Akankah itu terwujud? Jawabannya: tidak. Memang siapa dia?
Berdasarkan tautan di akun Twitter pribadi penulisnya di @peterwsinger dan @august_cole pada 21 Maret 2018, mereka tak menyangka novel mereka bakal jadi rujukan untuk meramalkan Indonesia bubar itu. Intinya, mereka menyayangkan mengapa novel fiksi bisa berubah menjadi alat "ilmiah" untuk meramalkan keadaan sebuah negara.
Bahwa penulisnya disebut-sebut sebagai ahli strategi intelijen, atau apa pun namanya, tidak serta-merta karya mereka yang berupa novel layak sebagai rujukan. Salah satu kehebatan penulis luar adalah kemampuan mereka mengolah cerita hingga fiksi pun seolah-olah ilmiah.
Riset biasa dilakukan penulis fiksi agar latar belakang cerita seperti nyata. Tinggal kita mau percaya begitu saja atau tidak.
Freddy Nababan
Alumnus CULS (Ceko),
Pendidik dan Pegiat Literasi di Toba Writers Forum (TWF), Medan
Tanggapan Scoot
Berikut tanggapan kami terhadap surat Sdr Kusman, "Layanan Buruk Penerbangan", yang terbit di Kompas (24/3).
Scoot berkomitmen menjaga keselamatan dan kenyamanan seluruh penumpang. Supaya kami dapat memberikan pelayanan terbaik, kami memohon kepada penumpang dengan permintaan khusus agar memberitahukan kepada kami selambat-lambatnya tiga hari sebelum keberangkatan. Dengan begitu, kami dapat menawarkan solusi kepada penumpang.
Dalam hal ini, dengan sangat menyesal kami tidak dapat memenuhi permintaan khusus penumpang karena permintaan khusus baru diberitahukan kepada kami pada saat penumpang lapor masuk di loket.
Sebenarnya Scoot bersedia mengakomodasi permintaan khusus penumpang untuk mendorong kursi roda sampai ke pesawat, tetapi kursi roda tersebut harus masuk ke bagasi terdaftar di gerbang keberangkatan. Kemudian saat pesawat mendarat di Jakarta, kursi roda dapat diambil di area pengambilan bagasi. Pelanggan akhirnya memutuskan untuk tak terbang dengan Scoot.
Vinod Kannan
Scoot Chief Commercial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar