Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 07 April 2018

Medan dan New Jersey//Tanggapan Kemdikbud (Surat Pembaca Kompas)


Medan dan New Jersey

Di Basking Ridge, New Jersey, Amerika Serikat, sebatang pohon ek putih sakit. Kondisi pohon ini membuat warga kota prihatin. Ini menandakan warga Basking Ridge sangat menyayangi alam lingkungan.

Di Medan, kota tempat saya hidup sekarang meski dengan KTP Jawa Tengah, pohon-pohon tak bernasib sebaik di Basking Ridge. Atas nama praksis pembangunan, pemerintah kota menebangi pohon-pohon.

Berbagai penelitian membuktikan bahwa ruang terbuka yang dipenuhi pohon besar sangat bermanfaat mencukupi banyak kebutuhan warga kota. Apakah warga kota-kota di Indonesia sudah memperhatikan alam dan lingkungan di tengah praktik pembangunan yang gencar?

Terinspirasi dari tulisan di Kompas edisi 10 Maret lalu, "Merana Jadi Pohon", dan untuk membantu slogan go green, saya mengusulkan agar pemda di kota-kota Indonesia memberi contoh taman rumah tinggal bersuasana alami. Ini tak sulit diwujudkan dan tak mahal pula karena rumah tinggal seperti itu menggunakan konsep "melestarikan dan meniru alam" dengan mengimajinasikan bentuk-bentuk menyerupai alam, seperti sungai, laut, gunung, dan hutan. Bahan-bahan pun berasal dari alam setempat: batu, kerikil, pasir, dan tanaman yang dapat tumbuh di situ.

Taman rumah tinggal sebaiknya bersuasana lingkungan alami, demikian menurut Landscape Architecture John Orsmbee Simonds. Untuk itu, usahakan menggunakan pagar hidup, pohon-pohon besar jangan ditebang kecuali membahayakan atau dekat dengan rumah karena dapat merusak fondasi; buatlah batas yang jelas antara tempat-tempat beraktivitas dan area taman; kalau tanah tidak subur, jika perlu, ganti semua; rajin merawat, membersihkan, memangkas tanaman; dan berkonsultasi dengan ahli taman.

Rauyan Martoamidjojo
Tegalmulyo, Karanganyar,
Jawa Tengah

Tanggapan Kemdikbud

Atas surat Gladys Devina di Kompas edisi 7 Maret lalu, "Buku untuk Anak-anak", Kemdikbud berterima kasih.

Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2016 tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan menyatakan bahwa buku yang digunakan oleh satuan pendidikan terdiri dari buku teks pelajaran dan buku nonteks pelajaran.

Pada Ayat (2) dinyatakan bahwa buku yang digunakan oleh satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) wajib memenuhi nilai/norma positif yang berlaku di masyarakat, antara lain tidak mengandung unsur pornografi, paham ekstremisme, radikalisme, kekerasan, SARA, bias jender, dan tidak mengandung nilai penyimpangan lainnya.

Ayat (3) menyebutkan bahwa selain memenuhi nilai/norma positif yang berlaku di masyarakat sebagaimana dimaksud pada Ayat (2), buku teks pelajaran maupun buku nonteks pelajaran wajib memenuhi kriteria penilaian sebagai buku yang layak digunakan oleh satuan pendidikan.

Kemdikbud melalui Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Badan Penelitian dan Pengembangan, sudah melaksanakan seleksi buku dalam bentuk penilaian buku teks pelajaran dan buku nonteks pelajaran sebagai fungsi dan pengendalian mutu buku. Itu dilaksanakan secara profesional dan independen, melibatkan penilai yang kompeten. Yang dinilai aspek materi (konten), penyajian, bahasa/keterbacaan, dan kegrafikaan. Apabila buku dinyatakan layak, penerbit buku wajib mencantumkan label pada sampul belakang ihwal kelayakan sebuah buku yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran yang dinyatakan sah Kemdikbud.

Untuk menghindari buku tak berkualitas dalam pembelajaran di sekolah, Kemdikbud mewajibkan kepada seluruh satuan pendidikan dasar dan menengah menggunakan buku hasil penilaian Kemdikbud yang dinyatakan layak dan telah disahkan oleh Kementerian.

Ari Santoso
Kepala Biro Komunikasi dan

Layanan Masyarakat Kemdikbud

Kompas, 6 April 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger