Bukan mustahil bahwa situasi di Suriah akan bertambah buruk. Padahal, sejak konflik itu pecah pada tahun 2011, sudah sekurang-kurangnya 500.000 orang tewas ditambah jutaan orang yang terpaksa mengungsi meninggalkan kampung halamannya, meninggalkan negerinya untuk mencari tempat yang lebih aman. Belum lagi ditambah kerusakan fisik yang tak terbilang.
Serangan tersebut—dengan menembakkan 100 peluru kendali—dilancarkan setelah diberitakan Suriah menggunakan senjata kimia untuk melawan rakyatnya. Menurut berita yang tersiar, pasukan Suriah pendukung Presiden Bashar al-Assad menggunakan senjata kimia saat menggempur Douma, Ghouta Timur, pada awal April dan menewaskan sekurang-kurangnya 80 penduduk sipil.
Tentu pertanyaannya adalah benarkah Suriah membunuh rakyatnya sendiri dengan menggunakan senjata kimia? Pertanyaan tersebut perlu dikemukakan meskipun sudah beredar foto-foto korban serangan senjata kimia. Kita ingat apa yang terjadi pada 2003 ketika AS menyatakan Irak menggunakan senjata kimia, dan karena itu, langsung ramai-ramai dihukum banyak negara dipimpin oleh AS, hingga Saddam Hussein jatuh dan tidak terbukti menggunakan senjata kimia.
Penyelidikan terhadap tuduhan bahwa Suriah menggunakan senjata kimia belum dilakukan, tetapi AS dan sekutunya sudah keburu menghukum Suriah. Tentu serangan tersebut mengundang berbagai reaksi, terutama dari Rusia yang selama ini mendukung pemerintah Assad, yang segera menyatakan akan memperkuat persenjataan Suriah. Sampai titik ini, tergambar, akan menjadi seperti apa Suriah di kemudian hari. Negeri itu semakin kehilangan kedaulatannya dan menjadi ajang pertarungan negara-negara besar dengan berbagai kepentingan.
Kita hanya bisa berharap krisis di Suriah tidak semakin memburuk setelah serangan yang dilancarkan AS, Inggris, dan Perancis itu. Sebab, perang sudah terbukti tidak menyelesaikan masalah, kecuali penderitaan, kesengsaraan, dan kematian, serta perang baru yang seperti lingkaran setan tanpa ujung. Diplomasi, perundingan, adalah pilihan yang paling tepat untuk mengakhiri peperangan meskipun kadang bertele-tele, menguras waktu, menguras tenaga, dan kadang membuat frustrasi.
Langkah yang diambil AS, Inggris, dan Perancis, serta didukung negara-negara lain, semestinya tidak diambil. Kalau serangan yang diprakarsai AS itu sekadar untuk menunjukkan bahwa Presiden AS Donald Trump memiliki keberanian, sungguh sebuah tindakan yang sangat tidak terpuji. AS seharusnya memainkan perannya benar-benar sebagai negara besar yang memberikan sumbangan pada perdamaian dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar