Di tengah situasi ketidakpastian Amerika, Eropa, dan China sebagai pasar utama ekspor Indonesia, pe- merintah serius mendorong pengga- rapan peluang pasar nontradisional.

Salah satunya adalah pasar Afrika. Dalam Forum Indonesia-Afrika (IAF) yang berlangsung di Bali, 10-11 April lalu, Indonesia dan negara-negara mitranya di Afrika berhasil menyepakati sejumlah kontrak senilai 2,3 miliar dollar AS.

Pemerintah juga menunjuk konsul kehormatan di sejumlah negara Afrika dan membentuk satuan tugas khusus untuk menindaklanjuti hasil dari dua hari IAF. Upaya-upaya ini, ditambah dengan misi dagang ke negara-negara Afrika dan sejumlah upaya lain sebelumnya, menunjukkan komitmen pemerintah untuk berperan aktif dalam memfasilitasi pelaku usaha di dalam negeri mendobrak pasar-pasar nontradisional.

Karakteristik pasar Afrika yang digambarkan McKinsey Global Institute sebagai "singa yang sedang bergerak", memungkinkan Indonesia terus memperluas peluang kerja sama ekonomi, investasi dan perdagangan yang belum tergarap maksimal.

Ketergantungan yang terlalu besar pada pasar-pasar ekspor tradisional, seperti AS, Uni Eropa (UE), dan China, selama ini, menyebabkan ekonomi Indonesia juga menjadi rentan. Contoh nyata terakhir adalah dampak kebijakan penerapan tarif impor oleh AS terhadap produk baja, yang secara langsung atau tak langsung berdampak pada Indonesia dan juga kebijakan restriktif yang diterapkan AS dan UE pada sejumlah produk ekspor Indonesia yang sangat memukul ekspor Indonesia.

Asia, Amerika, dan Eropa masih tujuan terpenting ekspor Indonesia. Ekspor ke Asia Tenggara menyumbang 21,89 persen dari total ekspor periode Januari-Agustus 2016, sementara UE 11,09 persen, AS 12,31 persen, China 10,06 persen, Jepang 10,14 persen, dan India 7,17 persen. Dengan Afrika, meski relatif kecil, angkanya terus bertumbuh. Data bilateral, total nilai perdagangan dan investasi Indonesia-Afrika mencapai 8,83 miliar dollar AS pada 1997, dengan surplus perdagangan di pihak Indonesia. Data Kantor Staf Kepresidenan RI, saat ini lebih dari 28 perusahaan swasta dan BUMN Indonesia melakukan perdagangan, bisnis, dan investasi di Afrika. Sebaliknya, investasi Afrika di Indonesia 2010-2017 mencapai 1.270 proyek senilai 5,23 miliar dollar AS.

Indonesia juga harus mengantisipasi dan memanfaatkan peluang masif yang akan terbuka dengan potensi pertumbuhan pesat ekonomi Afrika yang diperkirakan Bank Dunia dan IMF akan jadi kawasan pertumbuhan tercepat kedua dunia setelah Asia pada kurun 2016-2020 sebesar 3,5-4,3 persen per tahun.

Beberapa tahun terakhir, sejumlah upaya dilakukan pemerintah untuk menggenjot pemanfaatan peluang ekonomi dan perdagangan di Afrika, antara lain lewat kesepakatan perdagangan dan pengurangan tarif dengan sejumlah negara kunci di benua itu. Pemerintah juga agresif mendorong kerja sama. Indonesia menggaet Kenya mengembangkan industri pesawat, dengan Mauritius kerja sama di bidang maritim.