Korupsi yang masif dapat memperparah kesenjangan ekonomi di sebuah negara. Nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan kerap berjalan seiringan sehingga hanya segelintir elite yang dekat dengan penguasa yang bisa mendapatkan proyek-proyek besar. Pelaksanaan proyek ini kemudian berjalan seadanya dan hanya memberi manfaat kecil bagi rakyat karena sebagian besar dananya masuk ke kantong penguasa serta pengusaha korup. Hasilnya, rakyat yang seharusnya kian sejahtera berkat proyek tersebut tidak mendapatkan keuntungan.

Contoh konkretnya, seorang pedagang kecil tak bisa menjajakan dagangan ke kota karena jalan yang melintasi desanya gampang rusak parah. Proyek jalan tersebut dikorupsi habis-habisan sehingga kualitasnya sangat buruk. Dalam skala luas, dampak yang ditimbulkannya ialah rakyat kebanyakan di negara tersebut akan tetap miskin dan kesenjangan kian menganga. Dalam masa mendatang, kesenjangan ini bukan tidak mungkin meledak menjadi huru-hara sosial dan politik.

Maka, sudah seharusnya pelaku korupsi dihukum berat. Selain berupa kurungan badan dalam waktu lama, hukuman itu juga harus meliputi pembayaran ganti rugi serta pemiskinan pelaku korupsi. Hal yang tak kalah penting ialah membuat sistem yang menekan peluang korupsi sekecil mungkin. Hanya dengan cara ini, siapa pun merasa takut untuk melakukan korupsi.

Korea Selatan tampaknya sadar betul betapa korupsi sangat berbahaya. Karena itu, bangsa itu membuat aturan ketat mengenai penyuapan. Siapa pun yang bekerja untuk publik bisa terkena aturan mengenai larangan suap. Bekas Presiden Park Geun-hye mengalaminya. Pada Jumat lalu, ia dijatuhi vonis penjara 24 tahun karena melakukan korupsi.

Park yang dicopot dari jabatan presiden pada 2016 terbukti terlibat kolusi dengan sahabatnya, Choi Soon-sil, dan menerima masing-masing sedikitnya 6,5 juta dollar AS dari Lotte Group serta Samsung. Mereka juga terbukti meminta uang dari perusahaan SK.

Saat terpilih dalam pilpres 2012, Park dinilai oleh sejumlah kalangan bisa menghilangkan kebiasaan kolusi dan korupsi seperti yang dilakukan dua pendahulunya, Chun Doo-hwan dan Roh Tae-woo. Dua bekas presiden ini didakwa bersalah melakukan korupsi dan pengkhianatan pada 1990-an, lalu divonis penjara. Namun, apa yang dialami Park memperlihatkan tidak mudah untuk menghapus praktik korupsi dan kolusi.