KOMPAS/ARBAIN RAMBEY

Tumpukan Mobil yang dibakar di Ciledug 14 Mei 1998.

Pada 1998 terjadi krisis multidimensi. Korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) terjadi di semua lembaga: eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ekonomi memburuk, rakyat terpuruk.

Kondisi itu memicu mahasiswa berdemonstrasi menuntut turunnya Soeharto dari jabatan presiden dan perubahan sistem pemerintahan yang demokratis. Mereka mengusung enam agenda reformasi: (1) Adili Soeharto dan kroni-kroninya, (2) Berantas KKN, (3) Tegakkan supremasi hukum, (4) Cabut dwifungsi ABRI, (5) Otonomi daerah seluas- luasnya, dan (6) Amendemen UUD 1945.

Dari hari ke hari gelombang demonstrasi semakin membesar. Apalagi, Sidang Umum MPR, Maret 1998, memutuskan mengangkat kembali Soeharto menjadi presiden.

Pada awal kekuasaan Presiden Soeharto terjadi tragedi 1965. Di tengah kekuasaannya terjadi tragedi Timor Timur, Tanjung Priok, penembakan misterius, Talangsari, peristiwa 27 Juli 1996, dan kekerasan lain yang tak tersuarakan. Pada akhir pemerintahannya terjadi penculikan aktivis, penembakan mahasiswa Trisakti, dan peristiwa kerusuhan 13-15 Mei 1998.

Pada 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan presiden dan menunjuk Wakil Presiden BJ Habibie sebagai penggantinya.

Era Reformasi

Pada 10-13 November 1998, pemerintahan Presiden BJ Habibie menyelenggarakan Sidang Istimewa MPR. Namun, sidang ini ditolak oleh mahasiswa dan aktivis prodemokrasi karena ditengarai menjadi ajang konsolidasi kroni-kroni Soeharto. Para demonstran menuntut pemilu ulang lebih dahulu, sebab yang akan bersidang adalah anggota MPR hasil pemilu 1997.

Pemerintah mengerahkan TNI/Polri dengan alat-alat berat untuk perang dan pamswakarsa yang dipersenjatai bambu runcing. Ada 17 meninggal di antaranya 7 mahasiswa. Peristiwa ini disebut Tragedi Semanggi I.

Pada 1999 terjadi penolakan RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya karena melegitimasi aparat melakukan kekerasan. Ada 4 mahasiswa meninggal dalam Tragedi Semanggi II ini.

Kemudian terjadi kasus Abepura, Wasior-Wamena, pembunuhan Theys Hiyo Eluay, pembunuhan aktivis HAM Munir, dan pelbagai kekerasan lain.

Kekerasan aparat ternyata tetap terjadi. Ketika korban/keluarga korban dan pendamping (LSM) hendak beraudiensi dengan lembaga-lembaga terkait untuk menuntut tanggung jawab negara, aparat menghalang-halangi disertai tindak kekerasan.

Baru semasa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, TNI dan Polri tidak lagi menunjukkan sikap kejam.

Era pemerintahan Presiden Megawati dan Presiden SBY, aura Orde Baru kembali terasa. Orang- orang yang diduga pelaku pelanggaran HAM berat mendirikan partai politik, mencalonkan diri sebagai presiden/wakil presiden walau tidak pernah menang.

Pada pemerintahan Presiden Jokowi, Orde Baru tetap hadir. Ini bisa dilihat dari jabatan strategis yang dipegang sejumlah jenderal tua, bahkan yang diduga terkait pelanggaran HAM.

Jika ditinjau satu per satu, pelaksanaan 6 agenda reformasi gagal. Agenda (1) Adili Soeharto dan kroni-kroninya tidak tuntas, diganjal oleh pernyataan sakit permanen. (2) Berantas KKN. Korupsi masih merajalela, bahkan melanda generasi muda pemegang kekuasaan.

(3) Tegakkan supremasi hukum. Hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas. Berkas penyelidikan Komnas HAM menggantung di Kejaksaan Agung. (4) Cabut Dwifungsi ABRI. Nota Kesepahaman antara Kepolisian dan TNI nomor B/2/I/2018 dan nomor Kerma/2/1/2018 mengukuhkan kembalinya TNI sebagai pelaksana tugas di berbagai lembaga negara.

(5) Laksanakan otonomi daerah seluas-luasnya. Sejumlah pejabat daerah tertangkap tangan oleh KPK. (6) Amendemen UUD 1945. Telah dilakukan 4 kali, tetapi tidak memberikan jaminan terwujudnya reformasi di berbagai bidang.

Genap 20 tahun

Kini era Reformasi genap 20 tahun. Di ranah eksekutif tampak kekuatan Orde Baru. Di ranah legislatif, pemilu menghasilkan politisi yang makin tidak berkualitas. Di ranah yudikatif, penegakan hukum mengecewakan. Penyelesaian pelanggaran HAM berat diulur-ulur, menunggu korban dan keluarganya lelah menuntut dan masyarakat lupa.

Untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945, amanat keenam agenda reformasi harus dilaksanakan.