Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 17 Mei 2018

Bahasa Ibu//Tanggapan Bapertarum-PNS (Surat Pembaca Kompas)


Bahasa Ibu

UNESCO, lembaga di lingkungan PBB yang mengurusi ihwal kebudayaan, telah mengumumkan 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional.

Bahasa ibu yang pada umumnya merupakan bahasa daerah hanya dipandang sebelah mata. Dianggap sub- dari bahasa nasional suatu negara, yang kedudukan dan segala sesuatunya lebih rendah dibandingkan dengan bahasa nasional. Secara kultural semua bahasa di dunia berkedudukan sama. Pembedanya hanyalah fungsi dan pemberian status yuridis-formal, tepatnya perlakuan politis yang diberikan terhadap suatu bahasa.

Bahasa daerah merupakan bahasa ibu setiap anak di negeri ini. Di kebanyakan tempat, apalagi desa dan pulau terpencil, bahasa Indonesia adalah bahasa kedua. Dalam biologi dikenal keanekaragaman hayati; dalam kebudayaan ada keragaman budaya. Ia tak hanya adat istiadat, agama dan kepercayaan, serta unsur budaya lain yang juga beraneka, tapi juga bahasa daerah.

Indonesia memiliki sedikitnya 750 bahasa daerah atau bahasa ibu. Cukup banyak yang terancam punah, selain beberapa yang punah betul. Diperkirakan 380 bahasa daerah terancam punah.

Banyaknya bahasa daerah di Indonesia merupakan aset budaya yang tak terhingga nilainya, Pelestarian dan pengembangannya amat penting, tak semata-mata demi mempertahankan keanekaragaman budaya, tetapi demi tetap lestari dan berkembangnya nilai-nilai tradisi.

Keberadaan bahasa daerah tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai tradisi yang berkembang di tengah-tengah bangsa Indonesia. Sudah terbukti, justru nilai tradisi itu yang mampu merekatkan kebinekaan kita. Ini saatnya setiap daerah dan etnisitas di Indonesia melestarikan dan mengembangkan bahasa daerah atau bahasa ibu.

Imam Khanafi
Pemred Buletin Sastra Keloepas,
Kudus, Jawa Tengah

Tanggapan Bapertarum-PNS

Terima kasih atas perhatian Bapak Martono di Dusun Dalingan, Sela, Grobogan, Semarang, kepada Bapertarum-PNS melalui surat pembaca Kompas edisi 7 Mei 2018, "Dana Hasil Pemupukan". Sehubungan dengan surat tersebut, dapat kami jelaskan beberapa hal berikut.

Pertama, informasi yang Bapak terima melalui pengumuman di media massa tentang likuidasi dan pembubaran Bapertarum-PNS memang benar berasal dari kami dengan mengacu pada amanah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.

Kedua, hasil likuidasi Bapertarum-PNS berupa pokok Taperum-PNS berikut hasil pemupukan milik PNS yang telah berhenti bekerja karena pensiun, meninggal, atau berhenti karena hal lain dikembalikan kepada PNS yang bersangkutan atau ahli warisnya.

Ketiga, penghitungan pokok Taperum-PNS berikut hasil pemupukannya dapat menghasilkan saldo Taperum-PNS yang jumlahnya nihil dikarenakan PNS yang bersangkutan telah mengambil manfaat Taperum-PNS pada saat masih aktif.

Manfaat/bantuan yang telah diterima pada saat aktif menjadi faktor pengurang dari hasil pemupukan karena iuran Taperum-PNS yang berlaku sejak Januari 1993 sampai saat ini hanya Rp 3.000 (golongan I), Rp 5.000 (II), Rp 7.000 (III), dan Rp 10.000 (IV).

Keempat, apabila sampai saat ini Bapak dan tiga rekan Bapak belum menerima hasil pemupukan, sila mengirimkan data riwayat kepangkatan sejak Januari 1993 sampai dengan pensiun sehingga kami dapat melakukan pengecekan atas hasil pemupukan Taperum-PNS milik Bapak dan rekan-rekan.

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi kami di nomor 021- 7254040 pada hari dan jam kerja (Senin-Jumat, pukul 8- 16.30 WIB) dan alamat surat-menyurat di Bapertarum-PNS, Wisma Iskandarsyah 82-83, Jalan Iskandarsyah Raya Kav 12-14, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Barik Gussaini
Pelaksana Sekretariat Tetap Bapertarum-PNS,

Jakarta

Kompas, 17 Mei 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger