ARSIP PRIBADI

Prita H. Ghozie

Pada bulan Ramadhan, pengeluaran keuangan umumnya membengkak. Fenomena klasik ini sebenarnya agak bertentangan dengan fakta bahwa umat Islam tidak mengonsumsi makanan dan minuman selama 12 jam lebih dalam sehari. Meski demikian, pola konsumsi masih saja sama setiap tahun. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Berdasarkan hasil riset, pola pengeluaran rumah tangga mengalami pergeseran di bulan Ramadhan. Pada umumnya pos belanja makanan akan meningkat tajam, diikuti dengan pos belanja pribadi dan hadiah. Sebagai kompensasi, banyak orang menunda berinvestasi di bulan ini. Bahkan, tidak jarang juga yang akhirnya berlabuh pada utang sebagai solusi kekurangan penghasilan.

Pos pengeluaran bulanan meski di bulan Ramadhan seharusnya hanya dibayarkan dengan penghasilan rutin yang diterima bulan itu alias gaji. Pengeluaran untuk acara buka bersama, sahur bersama, dan menu spesial lain sebenarnya hanya menggantikan waktu makan tiga kali sehari pada bulan-bulan lain. Itu sebabnya, saya sangat tidak menyarankan Anda untuk membayar berbagai pengeluaran ini dengan tunjangan hari raya (THR) yang akan diterima kelak.

Pos pengeluaran khusus di momen Ramadhan dan Lebaran dapat dialokasikan dari dana THR. Jenis pengeluaran ini contohnya belanja baju lebaran, hidangan lebaran, mudik, hingga THR untuk pekerja ataupun anggota keluarga lain. Saya sarankan, selain digunakan untuk pengeluaran, THR juga digunakan untuk menambah aset investasi.

Saat penghasilan terbatas, tetapi kemauan tidak terbatas, prioritas pos pengeluaran Ramadhan adalah hal yang bijaksana untuk dilakukan. Sebagai perencana keuangan, saya sarankan Anda mengikuti urutan prioritas berikut ini.

Pertama, pembayaran zakat wajib. Zakat fitrah dan fidiah sebaiknya tetap dibayarkan di bulan Ramadhan. Sumber dana dan alokasi persentasenya bisa bervariasi, selama pembayaran yang sifatnya wajib telah ditunaikan.

Kedua, pengeluaran rutin bulanan. Meski di bulan Ramadan, biaya listrik, sekolah anak, dan lain-lain tetap harus dibayarkan seperti biasa. Oleh sebab itu, usahakan untuk tidak menggunakan alokasi ini untuk pengeluaran lain. Keuangan sehat jika alokasi untuk pengeluaran rutin bulanan maksimal hanya 50 persen dari penghasilan setiap bulan.

Ketiga, dana darurat. Pos alokasi dana darurat sangat penting disisihkan selama bulan Ramadhan. Jumlahnya usahakan berkisar 10-15 persen dari penghasilan bulanan. Dana darurat kerap digunakan untuk antisipasi apabila sepulang mudik atau liburan kelak dana operasional sudah menipis. Dana darurat sebaiknya dialokasikan di tabungan yang terpisah dengan rekening operasional harian.

Keempat, dana gaya hidup Ramadhan. Buka bersama ataupun sahur bersama sudah menjadi bagian dari gaya hidup masa kini di bulan Ramadhan. Meski silaturahim memang harus dijaga, kesehatan keuangan Anda juga tetap harus prima. Saya sarankan agar alokasi hingga 20 persen dari gaji dapat digunakan untuk pos ini. Misalkan gaji Anda Rp 10 juta, anggaran untuk gaya hidup Ramadhan menjadi sebesar Rp2 juta. Jika dibagi dalam empat minggu, setiap minggu Anda punya jatah untuk acara buka bersama sejumlah Rp 500.000. Silakan atur dari alokasi ini, acara mana saja yang akan Anda hadiri jika harus membeli makanan dan minuman sendiri.

Kelima, tabungan dan investasi. Jika memiliki kemampuan untuk menyisihkan lebih, penghasilan bulanan tetap dialokasikan untuk pos investasi. Meski hanya Rp 100.000, usahakan agar disiplin berinvestasi tidak dilupakan. Alternatifnya, Anda bisa menabung sebagian dari penghasilan untuk menambah anggaran mudik di momen Lebaran nanti.

Bagaimana dengan berutang untuk pengeluaran Ramadhan? Meskipun penawaran diskon belanja atau tiket murah kerap hadir di momen ini, mengambil pinjaman untuk keperluan konsumtif bukanlah hal yang bijaksana.

Pahamilah bahwa Anda tidak memiliki kepastian di masa depan dalam pembayaran pinjaman dana tunai tersebut. Konsep ini sedikit berbeda dengan pinjaman untuk membeli rumah atau kendaraan karena ada agunan yang bisa dijual seandainya terjadi kredit macet.