Jika diperhatikan, utang pemerintah kita mengalami kenaikan dari tahun ke tahun karena alasan teknis yang terjadi bahwa APBN kita terus mengalami defisit. Defisit APBN selalu dibiayai dengan utang dalam bentuk obligasi atau pinjaman luar negeri. Jika APBN terus defisit dan tidak ada sumber pembiayaan untuk membayar utang yang telah dilaksanakan atau ditarik beberapa tahun sebelumnya, pembayaran utang yang jatuh tempo selalu menggunakan metode membuat utang baru dan membayar utang lama. Utang baru yang dibuat selalu lebih besar dari pembayaran utang sehingga utang terus bertambah karena tidak ada jalan lain yang bisa dibuat. Namun, jika ini terus berjalan, utang akan menjadi bom waktu dan akan dialami seperti Yunani yang tidak mampu membayar utangnya. Dalam kasus ini, setiap bayi yang lahir di Indonesia sudah pasti mempunyai utang. Utang penduduk perorangan tersebut mengalami penurunan akibat pertumbuhan penduduk, bukan karena ada penyelesaian utang.

Sebaiknya pemerintah harus mulai memikirkan metode baru untuk mendapatkan utang, yaitu utang yang baru juga harus sudah bisa digunakan untuk membayar pokok dari utang tersebut. Dalam kasus ini dibuat rekayasa keuangan (financial engineering) agar utang yang diterbitkan tidak perlu dipikirkan mengenai pembayaran pokoknya di kemudian hari atau saat jatuh tempo.

Adapun proses yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk melakukan proteksi pokok utang ialah:

Pertama, pemerintah melakukan penetapan terhadap obligasi yang akan ditawarkan ke publik mengenai (utamanya) besaran yang akan ditawarkan. Penetapan ini termasuk jumlah yang akan dibutuhkan, periode obligasi dan besaran obligasi yang menjadi jaminan untuk membayar pokok obligasi pada saat jatuh tempo. Jika dana yang dibutuhkan sebesar 3 miliar dollar AS, harus ditawarkan sebesar 3 miliar dollar AS, ditambah pokok obligasi yang akan digunakan untuk membayar pokok saat jatuh tempo yang dianggap sebagai jaminan. Jika jaminan obligasi sebesar 1 miliar dollar AS, akan menjadi 4 miliar dollar AS pada saat jatuh ketika obligasi berumur 30 tahun dengan kupon 4,8 persen. Maka, obligasi yang ditawarkan sebesar 4 miliar dollar AS di mana 3 miliar dollar AS dipergunakan untuk pembangunan dan 1 miliar dollar AS berkembang menjadi 4 miliar dollar AS untuk pembayaran obligasi yang ditawarkan pada saat 30 tahun obligasi jatuh tempo.

Kedua, pemerintah meminjam ke Bank Indonesia sebesar 1 miliar dollar AS untuk membeli obligasi internasional yang akan dibuat jaminan untuk penawaran obligasi. Dalam kasus ini, pemerintah tidak memiliki dana sehingga meminjam ke Bank Indonesia yang saat ini memiliki dana. Untuk pinjaman ini, pemerintah menyerahkan sebuah surat berharga senilai 1 miliar dollar AS dan kemudian memperoleh uang tunai untuk membeli obligasi internasional sebesar 1 miliar dollar AS.

Ketiga, aktivitas membeli obligasi internasional sebesar 1 miliar dollar AS. Pemerintah membeli obligasi Pemerintah Amerika Serikat atau Inggris atau Jerman atau Jepang senilai 1 miliar dollar AS yang memiliki periode 30 tahun dan kupon 4,8 persen atau lebih besar di pasar obligasi internasional di mana obligasi ini merupakan obligasi berkupon nol (zero coupon). Obligasi ini hanya bisa didapatkan di pasar internasional. Tindakan pembelian bisa dilakukan Bank Indonesia atau pemerintah meminta bantuan sekuritas lokal yang dimiliki pemerintah untuk melakukan pembelian. Pemerintah juga harus dengan tindakan yang cukup hati-hati agar mendapatkan harga yang wajar karena pasar sangat tidak bersahabat. Informasi pemerintah membeli obligasi internasional ini bisa membuat negara yang bersangkutan menerbitkannya, tetapi pemain pasar ingin mendapatkan keuntungan atas transaksi ini.

Keempat, tindakan penerbitan obligasi 4 miliar dollar AS karena sudah memiliki obligasi internasional sebesar 1 miliar dollar AS sebagai jaminan obligasi yang diterbitkan. Untuk penerbitan obligasi ini, pemerintah menunjuk satu sekuritas yang akan membantu pemerintah untuk menawarkan obligasi ke publik senilai 4 miliar dollar AS dengan jaminan sebesar 1 miliar dollar AS. Atas penawaran produk obligasi dengan jaminan obligasi berkupon nol dari negara maju yang dilakukan pada tahap ke-3, rating obligasi ini akan mengalami peningkatan. Investor akan memandang obligasi ini akan terbayar dengan melihat reputasi penerbit obligasi yang menjadi jaminan obligasi ini.

Kelima, pemerintah melakukan tindakan penawaran obligasi bersama sekuritas. Penawaran obligasi ke publik sebesar 4 miliar dollar AS ke pasar lokal atau dan pasar internasional. Proses penawaran ini akan membutuhkan waktu antara dua bulan dan enam bulan. Sebuah pekerjaan yang melelahkan dan harus memahami hukum yang berlaku. Dalam penawaran ini juga pemerintah harus berhati-hati karena bisa jadi kupon yang diinginkan bisa lebih besar dari yang diharapkan. Pemerintah harus melihat situasi yang baik dan terutama pembeli obligasi. Pemerintah tidak pernah memikirkan kerugian nilai tukar dari pokoknya sudah akan bisa terbayar dengan jaminan yang sudah dirancang sedemikian rupa.

Keenam, penawaran obligasi ke publik dengan model proteksi akan mendapatkan dana tunai dan kemudian melakukan pembayaran pinjaman sebesar 1 miliar dollar AS kepada Bank Indonesia yang dilakukan pada tahap ke-2. Dengan demikian, pemerintah hanya memperoleh dana tunai sebesar 3 miliar dollar AS yang dipergunakan untuk investasi sesuai dengan saran dari Maroni (1983).