KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Mantan Deputi Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim bertemu presiden ke-3 Indonesia BJ Habibie di kediaman Habibie di Jakarta, Minggu (20/5/2018). Kedatangan Anwar merupakan kunjungan luar negeri pertama setelah bebas dari penjara.

Tidak segera berkiprah dalam politik nasional, tetapi tokoh politik Malaysia, Anwar Ibrahim, melawat ke luar negeri dan bersilaturahim dengan sahabatnya.

Minggu (20/5/18), Anwar ke Jakarta dan menemui Presiden ketiga RI BJ Habibie. Di Jakarta, ada banyak isu disinggung, meski—seperti halnya ketika bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla—dimensi nostalgia kawan lama tak sedikit mengambil porsi. Isu lain yang sempat disinggung tentang proses hukum kepada mantan Perdana Menteri Najib Razak.

Di luar itu, ada satu topik yang cukup menarik untuk kita ulas di sini, pandangan Anwar Ibrahim tentang Reformasi. Menurut pandangannya, Malaysia harus belajar dari Reformasi Indonesia (The Jakarta Post, 21/5/2018).

Pertama adalah, Reformasi di Indonesia berhasil mengajarkan kepada rakyat hidup berdemokrasi. Ia berpandangan, tidak semua kebijakan benar atau salah, tetapi awal Reformasi merupakan satu keberhasilan. Anwar pun mengamati, ada sejumlah hal yang masih kurang di Indonesia, seperti korupsi, kemiskinan, dan kesenjangan sosial. Akan tetapi, Indonesia dalam pandangannya telah berhasil mereformasi sistem dan institusi pemerintahan setelah kejatuhan Presiden Soeharto.

Sekadar membandingkan, apa yang ada di Malaysia dan Indonesia, lembaga di Malaysia tidak bersifat sebagai tukang stempel (rubber stamps) sebagaimana yang ada di Indonesia semasa Orde Baru. "Meski demikian, harus ada perombakan (overhaul) besar-besaran (masif)," ujar Anwar.

Dalam kaitan inilah ia berpendapat, Malaysia harus membentuk satu tim untuk mengkaji upaya yang telah dilakukan Indonesia untuk melihat tantangan dan peluang yang ada selama menjalankan Reformasi dari masa BJ Habibie hingga kepresidenan Joko Widodo. Hal itu ia pandang perlu agar Malaysia bisa meniru yang baik dan tidak mengikuti kekeliruan yang ada.

Meski terkesan cukup blak-blakan menilai Reformasi Indonesia, kita melihat apa yang disampaikan Anwar masih wajar (fair), lebih-lebih ketika hari-hari ini kita bangsa Indonesia juga sedang menimbang-nimbang buah dari Reformasi, apakah lebih banyak kesuksesan atau kegagalannya. Dalam kaitan ini tak kalah menarik apa yang disampaikan BJ Habibie. Menurut Habibie, baik Indonesia maupun Malaysia yang sama-sama mewarisi kultur Melayu perlu belajar satu sama lain.

Harus diakui, sejumlah fenomena seperti korupsi masih menghantui kedua bangsa. Namun, dalam banyak hal, kita harus mengakui Malaysia jauh lebih maju dibandingkan dengan Indonesia, misalnya dalam bidang pendidikan dan penelitian.