REUTERS/ATHIT PERAWONGMETHA

Mahathir Mohamad

Kekalahan PM Najib Razak merupakan kejutan sangat besar di Malaysia. Beberapa dekade mendatang mungkin tak akan ada lagi kejutan yang sama besarnya.

Sejak Malaysia merdeka pada 1957, Partai UMNO adalah penguasa. Berada dalam koalisi Barisan Nasional (BN), partai itu begitu kokoh dan kuat. Namun, masa itu akhirnya tiba. Pada era Najib, UMNO kalah. Najib pun tercatat sebagai pemimpin pertama UMNO yang gagal mempertahankan kekuasaan.

Sebaliknya, pemimpin koalisi oposisi Pakatan Harapan, Mahathir Mohamad, dapat tersenyum gembira. Koalisi itu berhasil mengungguli BN dalam pemilu yang sebelumnya diprediksi bakal dimenangi oleh koalisi penguasa.

Namun, harus diakui, Mahathir (92) sama sekali bukan wajah baru dalam jagat politk Malaysia. Ia adalah mantan pemimpin UMNO yang kemudian menyeberang ke barisan oposisi. Ia juga merupakan perdana menteri selama 22 tahun sejak 1981. Beberapa kalangan mencatat, praktik tangan besi diterapkannya selama memimpin negara.

Berbagai analisis penyebab kekalahan Najib dan UMNO bermunculan. Faktor kekecewaan masyarakat atas Pajak Pertambahan Nilai yang diterapkan pemerintah, isu korupsi yang dilakukan Najib, hingga faktor ketokohan Mahathir di kubu oposisi bisa jadi memang memberikan kontribusi atas kekalahan kubu penguasa. Namun, satu hal yang jelas, hasil pemilu menunjukkan bahwa rakyat Malaysia menginginkan pemerintahan berganti. Rakyat ingin "menjajal sebuah kemungkinan baru", dengan cara memberikan suara lebih banyak kepada pihak oposisi.

Suka atau tidak suka, itulah kelebihan demokrasi. Sistem politik ini jelas tidak bisa menjamin bahwa "kemungkinan baru" itu akan membuat penghasilan warga meningkat dalam sekian tahun mendatang. Selain itu, demokrasi juga tak bisa menjamin bahwa pemimpin baru yang diusung akan selalu menjadi abdi setia, tulus, dan jujur pada rakyatnya.

Namun, hanya lewat demokrasi, masyarakat suatu negara dapat memiliki kepastian bahwa secara periodik dan dengan jadwal yang pasti, mereka dapat menghukum atau, sebaliknya, memberikan penghargaan kepada penguasa. Saat penguasa dihukum, mandat pemerintahan beralih kepada oposisi, sedangkan saat diberikan penghargaan, kubu penguasa mendapat kesempatan lagi untuk menjalankan pemerintahan. Tentu saja, ada beberapa catatan agar demokrasi tidak hidup dalam kepalsuan, yakni pers harus merdeka serta ada penghormatan penuh terhadap hak asasi manusia, seperti kebebasan berpendapat serta berserikat.