KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA

Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Tito Karnavian di Markas Kepolisian Daerah Riau, Kamis (17/5/2018) menyerahkan penghargaan kepada dua anggota Polda Riau yang berhasil melumpuhkan empat terduga teroris yang menyerang Polda Riau pada Rabu (15/5/2018) pagi. Penghargaan itu yakni pin emas untuk Direktur Lalu Lintas Polda Riau Komisaris Besar Rudi Syafruddin dan kenaikan pangkat menjadi Ajun Inspektur Dua (Aipda) untuk anggota Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Riau Brigadir Polisi Kepala JB Panjaitan.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo mempertimbangkan penggunaan pasukan khusus TNI untuk mengatasi serangan terorisme belakangan ini.

Serangan teroris ke tiga gereja dan kantor polisi meningkat belakangan ini. Diawali dengan insiden di Rumah Tahanan Cabang Salemba, Markas Komando Brimob yang mengakibatkan lima polisi gugur, serangan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, serangan di Markas Polda Riau, menandakan aktifnya sel teroris di Indonesia. Aksi terorisme jelas merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

Restu Presiden Jokowi untuk mengaktifkan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) dikatakan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko seperti dikutip harian Kompas, 17 Mei 2018. Koopssusgab itu sebenarnya sudah dibentuk sejak 9 Juni 2015 saat Moeldoko menjabat sebagai Panglima TNI.

Seperti dikatakan Moeldoko, pasukan khusus TNI dilibatkan jika ancaman terorisme sudah di tingkat medium menuju high. Kita melihat persetujuan Presiden Jokowi menggunakan pasukan khusus TNI guna mengatasi ancaman teror adalah langkah antisipasi pemerintah. Langkah itu menunjukkan bahwa negara hadir melindungi masyarakat dari serangan terorisme dan mencegah korban lebih banyak lagi.

Keterlibatan TNI untuk penanggulangan terorisme diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI khususnya Pasal 7 yang menyebutkan, operasi militer selain perang antara lain mengatasi aksi terorisme. Pengerahan pasukan TNI itu berada di tangan Presiden. Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian sudah berbicara dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto untuk bersama-sama mengatasi terorisme.

Keterlibatan TNI dalam operasi terorisme membutuhkan aturan main yang jelas. Pada level ancaman seperti apa, TNI akan dilibatkan untuk menanggulangi aksi terorisme. Keputusan politik itu ada pada Presiden selaku kepala pemerintahan, kepala negara, sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi atas TNI.

Kita berharap Polri bisa cepat membongkar jaringan terorisme di Indonesia dan mencegah terjadinya serangan teror lanjutan. Langkah penegakan hukum dilakukan terhadap siapa pun yang melakukan aksi teror atau berniat melakukan aksi teror. Karena terorisme bisa mengancam kemanusiaan dan eksistensi negara bangsa, semua pihak harus terlibat dan punya komitmen yang sama. Polri, TNI, pemerintahan dari pusat sampai RT/RW harus terlibat. Penegakan hukum semata tidaklah mencukupi. Butuh keterlibatan pendidik, tokoh agama, dan organisasi masyarakat.

Kita garis bawahi pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. "Kita harus kompak. Kita harus bekerja sama mengatasi terorisme" (Kompas, 17 Mei 2017). Partai politik harus punya komitmen yang sama untuk bersama mengatasi ancaman terorisme yang bisa mengancam eksistensi negara bangsa. Ekosistem antiterorisme inilah yang harus dibangun.