Aturan ini menjadi salah satu kebijakan yang dinantikan banyak kalangan dalam rangka memajukan industri UMKM. Dengan kebijakan ini, UMKM mendapatkan kemudahan dalam melakukan bisnis. Bagi pemerintah, kemajuan UMKM bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, mengingat UMKM representasi ekonomi kerakyatan. Data Kementerian Koperasi dan UKM pada 2016, kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional mencapai Rp 7.005 triliun atau sekitar 62,57 persen dari total PDB.

Jika dihitung menurut skala usaha, komposisi UMKM pembentuk kontribusi PDB UMKM 38,90 persen dari usaha mikro, 9,73 persen usaha kecil, dan 13,95 persen usaha menengah.

Aturan PPh final UMKM ini tentu diharapkan dapat mendorong bertumbuhnya wirausaha baru. Data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah wirausaha baru di Indonesia naik dari 1,56 persen pada 2014 menjadi 3,1 persen dari jumlah penduduk pada 2017. Pemerintah menargetkan jumlah wirausaha baru 5 persen dari jumlah penduduk pada 2019. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, BPS mengungkapkan UMKM setidaknya mendominasi hampir 97 persen total tenaga kerja nasional. Jumlah UMKM kini 60 juta unit.

Data Otoritas Jasa Keuangan, penyaluran kredit bank umum ke UMKM mencapai 18,46 persen dari total kredit bank umum. Total kredit bank Rp 4.781,9 triliun dan kredit UMKM Rp 882,9 triliun. Dalam Peraturan Bank Indonesia No 17/12/PBI/2015, rasio pemberian kredit UMKM diwajibkan minimal 15 persen pada 2017 dan naik menjadi minimal 20 persen pada 2018. Meski demikian, kredit bermasalah UMKM per Desember 2017 masih tinggi, yakni 3,98 persen atau lebih tinggi daripada tahun sebelumnya, yakni 3,95 persen.

Tindak lanjut

Ada beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah dan pihak terkait sehubungan dengan kebijakan PPh final UMKM 0,5 persen ini.

Pertamapemerintah perlu terus mendorong program-program bagi bertumbuhnya wirausaha baru. Kebijakan tambahan ini bisa berupa memasukkan kurikulum pendidikan wirausaha dengan konsep kekinian di sekolah-sekolah yang memberikan pengetahuan untuk melakukan wirausaha dengan membuat atau memanfaatkan program aplikasi teknologi dan media sosial. Hal ini diharapkan bisa membuka "ruang" bagi munculnya kreativitas dan semangat wirausaha anak muda Indonesia.

Kedua, Kementerian Koperasi dan UKM bersama pemda perlu terus memberikan pelatihan bagi peningkatan kemampuan manajerial UMKM. Dengan adanya kewajiban pembukuan setelah habisnya jangka waktu yang diperkenankan oleh pemerintah untuk menggunakan tarif baru dalam aturan PPh final per Juli ini, maka tentu menjadi sebuah tanggung jawab besar bagi pemerintah dalam melakukan pelatihan bagi UMKM untuk membuat pembukuan sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah.

Ketiga, pemerintah bisa segera mengeluarkan peraturan yang mendorong penjualan produk lokal minimal 70-80 persen di penjualan via dagang elektronik (e-commerce). Data Kementerian Koperasi dan UKM mencatat baru 3,79 juta atau 8 persen dari total 59,2 juta UMKM yang memanfaatkan platform daring (bisnis online). Untuk sektor ritel luring (offline), sudah ada ketentuan yang mewajibkan peritel menjual produk dalam negeri, yakni 80 persen dari total produk yang ditawarkan.

Ketentuan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No 70/2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus bersinergi dengan pebisnis platform daring untuk membina UMKM dalam memasarkan produk-produknya di platform daring.

Keempat,perbankan bisa mendukung aturan kewajiban rasio pemberian kredit UMKM minimal 20 persen pada 2018. Dengan akses modal lebih besar pada UMKM, UMKM bisa terus meningkatkan kapasitas usahanya. Di sisi lain, perbankan juga bisa melakukan asistensi ke UMKM untuk mencegah kredit bermasalah di kemudian hari. Akhirnya pemerintah perlu terus menyosialisasikan aturan pajak UMKM ini, sementara UMKM perlu memanfaatkan aturan ini dengan maksimal.