Karena kekalahan itu, kritik bertubi-tubi ditimpakan ke skuad Jerman asuhan Joachim Loew. Pelatih berusia 58 tahun itu harus melakukan perubahan jika ingin skuadnya sampai ke final. Ia perlu mendalami sebuah petuah sosiologi Jerman: Jika manusia gagal, itu bukan karena ia memang gagal, tetapi karena cara berpikirnya yang sudah usang dan ketinggalan zaman.

Analis Philipp Selldorf menulis dalam Süddeutsche Zeitung, kegagalan Jerman di laga perdana itu adalah pantulan dari ramalan teori sosiologi tentang masyarakat yang mulai lapuk dan menua. Jika masyarakat Jerman mau menimbang tentang kelapukan dan kemenuaan kondisinya, lihatlah penampilan anak-anak Loew di Stadion Luzhniki yang baru lalu. Di sana terlihat bagaimana sebuah era kemegahan telah berlalu.

Melawan Meksiko di Luzhniki, skuad Jerman diisi oleh pemain-pemain yang tampil di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan. Waktu itu mereka masih muda segar dan menjanjikan. Mereka memang tak sampai ke final, tetapi dengan generasi pemain itu, akhirnya mereka menjadi juara dunia dalam final Piala Dunia 2014 di Rio de Janeiro.

Ternyata, generasi skuad Jerman yang juara dunia itu keok di laga perdana melawan Meksiko. Kans memang masih terbuka. Apalagi, mereka mempunyai fakta sejarah, pada 1982 mereka kalah di laga pertama, tetapi toh mereka sampai ke final. Namun, boleh kita ingat, ada juga fakta sejarah yang berkata, juara dunia Perancis, Italia, dan Spanyol masing-masing terusir dari Piala Dunia 2002, 2010, dan 2014 karena gagal di putaran pertama. Jika gegabah, Jerman, juara 2014, pun bisa menambah fakta sejarah tersebut.

Walau tak kehilangan kepercayaan diri, Loew kelihatan tak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya. "Bagi kami, situasi ini memang sangat tidak biasa. Namun, kami mempunyai banyak pengalaman, bagaimana kami harus menghadapi kekalahan. Sekarang, kami mesti menang," ujarnya.

Sejak 2006, Loew memimpin kesebelasan Jerman. Kecuali Oscar Washington Tabarez (71), tak ada pelatih yang demikian lama mengarsiteki suatu kesebelasan nasional. Di bawah Loew, Jerman telah melakoni 163 pertandingan internasional. Publik Jerman percaya akan kebisaannya. Ia tidak menonjol seperti Franz Beckenbauer, tetapi terbukti ia selalu berhasil membawa Jerman ke tingkat yang amat tinggi.

Loew lalu bukan lagi Jogi, nama panggilannya sehari-hari. Buat orang Jerman, ia adalah Yogi, seorang spiritual bola, yang mampu menyuntikkan "daya mistis" ke dalam tubuh pemainnya. Memang pada setiap turnamen akbar, bersama Jerman ia bisa meraih semifinal. Paling tidak, di bawah Loew, Jerman tidak pernah kalah pada laga perdana. Maka, kekalahan di laga pertama Piala Dunia 2108 ini sungguh menyakitkannya.

Melawan Meksiko, anak-anak Loew tak memperlihatkan permainan yang bergairah dan penuh inisiatif. Lain dengan skuad Meksiko, yang menurut Pelatih Juan Carlos Osorio, "bereaksi karena cinta akan kemenangan, dan bukan karena takut akan kekalahan." Kata Osorio lagi, permainan yang ditunjukkan Meksiko melawan Jerman adalah isyarat akan lahirnya skuad Meksiko bagi masa depan. Di telinga Loew, kata-kata ini terdengar seperti sindiran tentang permainan Jerman yang mandek terjebak ke masa lalu.

Kesegaran masa lalu

Memang, begitu pertandingan dimulai, Jerman bermain dengan kebanggaannya selama ini. Kata pengamat, mereka merasa bermain dengan kesegaran seperti delapan tahun lalu di Afrika Selatan. Padahal, kesegaran itu hanyalah ingatan akan masa lalu. Faktanya, bukan hanya usia, permainan mereka juga sudah mulai dilindas oleh ketuaan dan keusangan.

Sami Khedira mengolah dan mengoper bola, tetapi teman-temannya tidak tahu persis bagaimana dan di mana harus menangkap dan memanfaatkannya. Toni Kroos kurang cepat berlari dan kurang lincah membawa bola. Thomas Mueller ada di mana-mana, tetapi ia seakan tidak bisa menemukan teman yang mendukung permainannya. Mesut Oezil seperti kena demam panggung, yang membuat permainannya canggung.

Mantan pelatih Jerman, Berti Vogts, mencermati keusangan itu. "Pemain Jerman begitu yakin, mereka pergi ke Rusia sebagai juara dunia. Mereka kelihatan begitu percaya bisa bermain seperti empat tahun lalu." Menurut Vogts, keyakinan itu keliru. Katanya, "Permainan kesebelasan kami akhir-akhir ini tidaklah sedahsyat seperti dikira. Dalam tujuh atau delapan pertandingan internasional, saya tidak lagi melihat permainan kami yang patut dibanggakan. Maka, melawan Swedia nanti setiap pemain harus melupakan semuanya itu. Sekarang mereka harus tancap gas total."

Vogts memperingatkan, melawan Swedia nanti para pemain Jerman harus menang dalam duel man to man. "Kalau ada pemain Jerman yang tidak berani dan bergairah melakukan hal tersebut, ganti saja dia selekasnya. Joachim Loew kiranya tahu akan hal itu," kata Vogts.

Loew memang tahu, Swedia bukanlah Meksiko. Secara fisik, pemain-pemain Swedia lebih kuat daripada Meksiko. "Kami tidak dapat bermain seperti Meksiko. Kami mempunyai tipe permainan sendiri," kata kapten Swedia, Andreas Granqvist, sebelum duel di Sochi nanti.

Swedia menjamu Perancis di Grup A babak kualifikasi Piala Dunia 2018, dan mengalahkannya, 2-1. Dalam pertandingan play off, mereka kemudian menekuk Italia. "Kami akan bermain dengan kompak. Kami mencoba menciptakan permainan seperti ketika melawan Perancis dan Italia. Kami akan berusaha untuk sedapat mungkin menguasai bola," kata Granqvist.

Swedia sedang dalam kepercayaan diri penuh, justru setelah mereka tanpa Zlatan Ibrahimovic. Ibrahimovic adalah pengagum Jerman. Ia pernah berkata, "Kami tahu, Jerman bertekad untuk bermain baik. Dan, mereka selalu berhasil untuk bermain baik."

Jika Granqvist dan kawan-kawan bisa menjinakkan Jerman, kata-kata kekaguman Ibrahimovic itu akan batal, justru ketika mereka sedang bermain tanpa Ibrahimovic, bintang, dan dewa mereka.