Seekor gajah jantan jinak berusia 30 tahun mati karena makan makanan beracun di lokasi Conservation Response Unit Serbajadi, Kabupaten Aceh Timur.
Bunta, nama gajah jinak tersebut, menjadi korban ke-56 dalam enam tahun terakhir. Menurut Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh, sebagian besar kematian gajah disebabkan manusia. Gajah-gajah itu diracun, ditembak, atau tersengat listrik.
Kita dapat bertanya, mengapa harus mempersoalkan kematian seekor gajah, sementara ada jutaan orang memerlukan perhatian karena kehidupannya jauh dari sejahtera.
Dana untuk satwa liar Indonesia, WWF-Indonesia, menyebut gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) sebagai spesies payung bagi habitatnya dan mewakili keragaman hayati di dalam ekosistem yang kompleks tempatnya hidup.
Saat ini status gajah sumatera adalah kritis, masuk dalam daftar merah spesies terancam punah yang dikeluarkan Badan Konservasi Dunia (IUCN). Menyusutnya hutan untuk perkebunan besar dan pembalakan liar berperan besar dalam menyusutnya populasi gajah sumatera.
Pemerintah Indonesia memasukkan gajah sumatera sebagai satwa dilindungi melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Bunta memang "hanya" seekor gajah. Namun, Bunta mewakili wajah perlindungan satwa liar dan hutan kita. Apalagi gajah itu terbunuh di kawasan yang seharusnya mendapat perlindungan cukup baik. Indonesia menjadi sorotan dunia karena memiliki keragaman hayati terbaik ketiga dunia di hutan hujan tropisnya. Keragaman hayati yang terjaga penting bagi keberlanjutan manusia, terutama ketika suhu muka bumi memanas.
Dengan posisi sebagai spesies payung, keberadaan gajah bermakna lebih dari sekadar hewan liar. Mamalia yang hidup berkelompok dan memiliki jalur migrasi ini memerlukan lingkungan berdaya dukung memadai. Karena itu, susutnya populasi gajah menggambarkan merosotnya kualitas lingkungan yang pada gilirannya memengaruhi kehidupan manusia.
Kematian Bunta yang diduga karena memakan umpan makanan bercampur racun memperlihatkan keserakahan manusia. Satu gadingnya hilang, sementara tubuhnya dibiarkan membusuk begitu saja. Sebelum kematian Bunta, di media sosial beredar video yang menyebutkan hilangnya tempat tinggal orangutan di hutan Indonesia karena pembalakan liar.
Semua kabar tersebut dapat digunakan untuk memojokkan Indonesia dalam forum internasional. Salah satunya berkaitan dengan ekspor minyak sawit mentah ke Uni Eropa yang dikaitkan dengan isu kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar